fbpx

Seberapa Transparan Kita Perlu Bertindak sebagai Pemimpin?

Tidak semua transparansi itu baik.

Sebagai founder atau leader dalam tim, sikap transparansi adalah hal yang penting. Namun, jika sudah di tingkat atas, kamu perlu memperjelas bahwa transparansi bisa dibagi ke dalam beberapa faktor, dan itu tidak bisa disama ratakan dalam setiap kasusnya. Jadi, seperti apa sikap seorang pemimpin terhadap transparansi? Mari simak artikel ini yang inspirasi dan sumbernya berasal dari Harvard Business Review.

Transparansi dalam pelaporan

Laporan pada umumnya bersifat dari bawah ke atas, atau disampaikan dari tingkat bawah untuk atasannya. Penting untuk tidak menyia-nyiakan waktu atasan dengan informasi yang tidak relevan. Maka dari itu, pelaporan ke atas membutuhkan transparansi secara penuh. Seringkali, pemimpin memilih untuk menutupi atau mengaburkan berita buruk, dan berharap bahwa semuanya akan membaik dengan sendirinya (padahal itu hal yang sulit).

Kesimpulannya, kamu perlu melaporkan kebenaran tanpa rasa takut, meskipun hal tersebut mungkin tidak memberikan kesan yang baik bagi tim. Dengan begitu, kamu memberi kesempatan sedini mungkin untuk mengambil tindakan korektif dengan segera, dan menghindari mereka dari sikap tidak tahu apa-apa.

Memang, untuk menyampaikan transparansi yang sifatnya buruk, perlu keahlian dan juga keberanian. Itu harus disampaikan dengan hati-hati dan bijaksana. Misalnya memulainya dengan, “Saya pikir Anda harus mengetahui hal ini sesegera mungkin”. Jika masalah tersebut ditangani dengan segera, kamu punya kesempatan lebih besar untuk bisa menyelesaikannya dan mengubah hal yang negatif menjadi positif.

Transparansi informasi

Satu hal penting yang bisa kita pelajari dalam hal transparansi informasi adalah, tidak semua hal boleh dan bisa untuk dibagikan. Tidak tepat untuk bersikap transparan pada semua orang tentang segala hal. Ini berlaku untuk manajemen secara ke atas, ke samping (sesama rekan kerja dengan tingkat yang sama), serta ke bawah.

Contohnya kamu mungkin mengetahui informasi pribadi tentang seseorang di tim, misalnya kesulitan keuangan. Hal ini justru perlu dilindungi, karena informasi tersebut bukan milikmu yang pantas untuk dibagikan.

Jadi, jangan pernah memberi orang lain detail yang kamu tidak senang untuk membicarakannya, atau orang tersebut tidak relevan dengan masalah yang berkaitan. Melaporkan transparansi informasi dengan pihak yang tidak tepat justru akan memperburuk keadaan. Maka, berhati-hatilah dalam hal ini.

Transparansi nilai dan perilaku

Banyak kasus pemimpin menjadi abai dan menutup mata terhadap hal buruk yang ia lihat. Kurangnya transparansi terhadap nilai dan perilaku yang buruk adalah hal yang tidak tepat. Akibatnya, praktik buruk menjadi mengakar, karena tidak adanya kepemimpinan yang berani dan kuat. Yang lebih mengerikan, nilai dan perilaku yang buruk bisa jadi dianggap normal karena tidak ada orang yang mengatakan bahwa hal tersebut salah.

Mengutip dari artikel Harvard Business Review, hal yang perlu diperhatikan bagi para pemimpin adalah bahwa setiap organisasi memiliki tingkat toleransi yang tersirat terhadap perilaku buruk. Dibutuhkan keberanian nyata untuk menuntut standar yang lebih tinggi daripada yang ingin ditegakkan oleh organisasi.

Kesimpulannya, nilai dan perilaku yang buruk perlu disoroti jika kamu menemukannya. Orang-orang perlu tahu bahwa kamu sebagai pemimpin tidak akan mengabaikan perilaku yang meragukan di tingkat mana pun dalam organisasi. Untuk masalah etika kecil, mungkin cukup dengan melaporkannya saja ke atasan. Namun untuk kasus yang lebih serius, mungkin lebih tepat untuk melaporkannya ke HR, atau bahkan meneruskannya untuk pertimbangan hukum.

Transparansi dalam pengambilan keputusan

Menyebarkan informasi secara publik, secara tidak langsung berarti mereka berhak memberikan penilaian dan masukan. Hal tersebut bisa jadi mengundang mereka dalam proses pengambilan keputusan. Jika tidak ditangani dengan tepat, hal tersebut bisa berdampak buruk bagi kualitas dan kecepatan dalam pengambilan keputusan.

Jadi, kamu perlu memutuskan siapa saja orang-orang yang bisa diajak untuk konsultasi terkait masalah tersebut. Batasi konsultasi pada dua kelompok utama. Yang pertama, orang yang memiliki keahlian untuk berkontribusi terhadap solusi. Yang kedua, mereka yang harus menerima hasil akhir dari keputusan tersebut. Hati-hati terhadap kata ‘inklusivitas’ yang bisa menjadi blunder, dan melibatkan terlalu banyak orang yang mungkin tidak relevan terhadap proses pengambilan keputusan.

Transparansi pribadi

Dalam dunia pekerjaan secara profesional, penting untuk bisa menetapkan batasan dan menjaga jarak. Bagaimana pun, tidak seorang pun di tempat kerja yang harus mendengar cerita secara lengkap tentang kisah burukmu dengan mantan kekasih (misalnya), atau masalahmu terkait situasi keluarga (contohnya). Penting untuk bersikap ramah terhadap orang lain, tapi tidak semua orang bisa dijadikan teman baik.

Saran paling tepat adalah kamu perlu punya kendali dengan rem yang kamu buat sendiri. Jadi, sebelum kamu membagikan sesuatu pada orang lain, tanyakan lebih dulu, “Apakah hal ini yang ingin saya bagikan dengan atasan saya? Apakah hal ini penting bagi mereka? Apakah hal ini justru membuang waktu mereka? Apakah mereka orang yang bisa membantu saya untuk urusan ini?”

Sebagai penutup, akan ada situasi di mana banyak hal terasa kabur, suram, sehingga kita tidak tahu bagaimana harus bertindak. Saat hal ini terjadi dan kamu merasa ragu tentang berapa banyak informasi yang harus diungkapkan, kamu dapat menggunakan uji tiga filter, yang kebanyakan orang sering menganggapnya bahwa kerangka ini dirancang oleh Socrates, seorang filsuf populer dari Yunani.

– Apakah itu benar?

– Apakah itu baik?

– Apakah itu berguna?

Menanyakan dan menjawab ketiga hal di atas dapat membantumu untuk mengambil sikap. Jadi, jangan terburu-buru melakukan sesuatu dan lakukan dengan hati-hati jika itu kaitannya dengan transparansi.

. . .

Gerakan Nasional 1000 Startup Digital adalah upaya bahu membahu penggerak ekosistem startup digital Indonesia untuk saling terkoneksi, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.

Diinisiasi sejak 2016, gerakan ini diharapkan mendorong terciptanya mencetak startup yang menjadi solusi atas masalah dengan memanfaatkan teknologi digital. #1000StartupDigital memberikan pembinaan bagi calon founder untuk membentuk tim, membuat MVP, hingga meluncurkan produknya ke pasar.

Karena Indonesia maju, #MulaiDariKamu!

Bagikan artikel ini