fbpx

Membangun Budaya Startup dengan Perumpamaan Produk

Ada sebuah bacaan menarik yang ditulis oleh Dharmesh Shah di onstartups.com, yakni menganggap budaya sebagai sebuah produk. Jika produk dimiliki dan dibutuhkan oleh pelanggan, maka budaya dimiliki dan dibutuhkan oleh karyawan.

Jadi, setiap startup sebenarnya punya dua produk. Pertama, produk yang ditawarkan pada pelanggan. Kedua, produk berupa budaya yang ditawarkan pada seluruh karyawan.

Menganalogikan budaya sebagai sebuah produk ternyata punya banyak manfaat, loh. Kamu dapat menerapkan metafora tersebut untuk menciptakan budaya di startup yang lebih efektif demi meningkatkan pertumbuhan.

Nah, berikut adalah penjelasannya. Cermati dengan baik, ya!

1. Umpan balik budaya

Konsep umpan balik budaya sebenarnya sama dengan umpan balik pelanggan. Kamu tidak akan berhasil membangun produk tanpa berbicara dengan pelanggan. Sama halnya dengan perusahaan yang tidak akan bisa berhasil berjalan dengan baik, tanpa berbicara dengan karyawan untuk memahami kebutuhan mereka.

2. Budaya tidak pernah selesai

Budaya adalah sebuah hal yang harus terus diulangi. Itu tidak akan pernah selesai, sama seperti produk. Produk yang selesai artinya produk itu tidak diinginkan dan dibutuhkan oleh pelanggan. Maka dari itu, budaya di startup tidak untuk “dilestarikan”, karena budaya bersifat dinamis dan terus berkembang. Budaya harus terus dikembangkan seiring berjalannya waktu agar berhasil memenuhi kebutuhan karyawan.

3. Mengukur dan menganalisis budaya

Budaya adalah sebuah produk. Untuk itu, perlu dilakukan pengukuran dan proses analisis. Kamu bisa melakukannya berdasarkan umpan balik dari karyawan, mana saja yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan.

4. Menghapus budaya

Seperti yang dijelaskan di poin nomor dua, budaya bersifat dinamis. Oleh karena itu, budaya dapat ‘dihapus’ jika dirasa sudah tidak relevan dengan keadaan. Penting sekali untuk memutuskan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak dilakukan.

5. Mendesain budaya

Kita tidak akan heran jika mendengar “proses mendesain produk”. Lantas, bagaimana dengan mendesain budaya? Kamu perlu melakukan proses ini untuk mewujudkan budaya yang mudah dipahami dan diterapkan oleh seluruh karyawan di startup.

6. Pengiriman budaya

Budaya sudah didesain, lalu selanjutnya harus bagaimana? Sebagai founder, kamu perlu mendistribusikan budaya ini ke seluruh ekosistem startup. Budaya harus bisa diwujudkan oleh para penggunanya (karyawan). Kamu perlu mengirimkan budaya ini dari pikiran para founder dan tim yang membuatnya, ke seluruh karyawan. Kebutuhan untuk mengirimkan budaya ini sangat penting seiring dengan berkembangnya startup.

7. Menulis ulang budaya

Upaya ini bisa kamu lakukan apabila ada suatu hal yang dirasa ‘toxic’ dan tidak berfungsi di dalam sebuah perusahaan. Itu memang menyakitkan, akan tetapi jika diteruskan dan tidak ‘dibuang’, justru akan mencemari hal baik lainnya. Sama halnya dengan produk. Terkadang ada produk yang ‘keluar dari jalur’ sehingga keputusan terbaik meskipun pahit adalah membuangnya dan memulai kembali.

Itulah beberapa perumpamaan penting tentang budaya yang dapat kamu terapkan di startupmu. Jadi, budaya seperti apa yang ingin kamu aplikasikan di startup?

. . .

Gerakan Nasional 1000 Startup Digital adalah upaya bahu membahu penggerak ekosistem startup digital Indonesia untuk saling terkoneksi, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.

Diinisiasi sejak 2016, gerakan ini diharapkan mendorong terciptanya mencetak startup yang menjadi solusi atas masalah dengan memanfaatkan teknologi digital. #1000StartupDigital memberikan pembinaan bagi calon founder untuk membentuk tim, membuat MVP, hingga meluncurkan produknya ke pasar.

Karena Indonesia maju, #MulaiDariKamu!

Bagikan artikel ini