fbpx

Fixing vs Coaching, Mana yang Lebih Efektif Menyelesaikan Masalah?

Seorang manajer hebat tahu bagaimana cara membangun tim yang bisa terus berkembang. Namun, tak sedikit dari mereka yang masih kewalahan dalam memimpin dan mengorganisir timnya karena kurang pengetahuan dan hilang arah di tengah jalan.

Untuk mencegah hal tersebut, sebaiknya seorang manajer mampu menguasai lebih dari satu gaya pendekatan untuk memberikan solusi kepada anggota tim kamu, seperti fixing dan coaching. Dengan menguasai kedua pendekatan tersebut, pilihlah yang paling cocok untuk diimplementasikan ke tim kamu.

Di antara fixing dan coaching, mana yang lebih baik dipraktikkan oleh seorang manajer? Yuk, baca artikel ini sampai selesai!

Fixing, naluri alamiah manajer

Pertama ada yang namanya fixing. Secara harfiah, “fixing” dapat diartikan sebagai “memperbaiki”.

Pendekatan fixing tidak selalu buruk kok, tetapi dalam kebanyakan situasi manajer cenderung langsung berpikir untuk segera memperbaiki suatu permasalahan. Rasanya belum afdal kalau belum menemukan jalan keluar. Mungkin ini sudah menjadi naluri alamiah manajer.

Kebanyakan manajer cenderung memilih pendekatan fixing, karena mereka berasumsi bahwa pengalaman mereka relevan dengan situasi yang sedang orang lain alami. Mereka juga kerap merasa mengetahui masalah orang lain dan ingin memberi nasihat. Akan tetapi, tindakan tersebut berisiko menyebabkan:

  • Salah memberi solusi dan malah memperburuk keadaan.
  • Hanya memberi solusi yang bersifat sementara, bukan solusi yang dapat menyelesaikan masalah sampai tuntas.
  • Anggota tim jadi ketergantungan kepada manajer untuk menyelesaikan masalah mereka.

Mengarahkan dengan pendekatan coaching

Sedikit berbeda dari pendekatan fixing yang cenderung berusaha menyelesaikan masalah orang lain, gaya pendekatan coaching justru melatih orang untuk menyelesaikan masalah mereka dengan mencari cara yang paling tepat.

Jika dibandingkan dengan gaya pendekatan fixing, pendekatan coaching dianggap lebih efektif dipraktikkan dalam banyak situasi. Coaching memungkinkan kamu mengalihkan fokus dari diri sendiri ke orang lain yang sedang kamu arahkan.

Istilah “coaching” mungkin sedikit membingungkan, terutama di dunia startup yang banyak menggunakan istilah ini dalam berbagai makna. Kamu bisa mendefinisikan coaching sebagai cara mengarahkan seseorang ke tempat yang mereka inginkan dengan memilih jalan yang bijaksana dan membuat mereka bertanggung jawab untuk mencapai tujuan mereka.

“Coaching is a skill, while being a manager is a role.”

Ada dua fondasi untuk memulai gaya pendekatan coaching, yaitu empathic listening dan open and honest questions.

1. Empathic Listening

Emphatic listening berarti kamu mendengarkan cerita orang lain dengan penuh empati sebelum bereaksi dan menanggapi. Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang bisa kamu lontarkan untuk diri sendiri sebelum bereaksi:

  • Apa yang dia butuhkan dariku?
  • Bagaimana cara agar aku bisa membantu dia menemukan solusi?
  • Apa yang harus aku katakan selanjutnya?
  • Apa kesimpulan yang harus aku sampaikan kepadanya?

2. Open and Honest Questions

Ada dua jenis pertanyaan, yaitu pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup yang cenderung membatasi bagaimana orang lain menjawab. Berikut ini beberapa contoh pertanyaan terbuka yang bisa kamu ajukan:

  • Apakah kamu mau menjawab pertanyaan berdasarkan survei atau user interview? Alasannya?
  • Pernahkah kamu mencoba cara X untuk memecahkan masalahmu?

Kapan sebaiknya tidak menggunakan coaching?

Hanya mengandalkan gaya pendekatan coaching belum tentu selalu efektif, karena ini hanya salah satu dari sekian banyak skill yang dibutuhkan oleh seorang manajer. Skill lain seperti menetapkan target dan membuat keputusan juga tak kalah penting dimiliki oleh seorang manajer.

Ada pun beberapa momen di mana kamu sebaiknya tidak menggunakan pendekatan coaching, seperti:

1. Menangani masalah berisiko tinggi

Pendekatan coaching dianggap kurang tepat digunakan jika masalah yang sedang dihadapi sangat penting dan mendesak, serta tanggung jawab menjadi beban bagi anggota tim kamu.

2. Menjadikan coaching sebagai pengganti feedback

Coaching bukan pengganti feedback, melainkan sesuatu dapat memperkuat efektivitas feedback yang diberikan.

3. Melatih anggota tim baru

Coaching paling efektif digunakan ketika anggota tim kamu sudah memiliki kompetensi dasar dalam mengerjakan suatu tugas, bukan digunakan kepada anggota tim baru.

Ingatlah bahwa kamu tidak akan selalu mempraktikkan pendekatan fixing dan coaching dengan benar. Mungkin kamu pernah mengajukan pertanyaan yang tidak masuk akal atau tidak berhasil menemukan solusi. Ini bukan masalah. Teruslah berusaha untuk mengasah kemampuanmu dari waktu ke waktu dan buatlah dampak besar untuk tim kamu. Semangat!

. . .

Gerakan Nasional 1000 Startup Digital adalah upaya bahu membahu penggerak ekosistem startup digital Indonesia untuk saling terkoneksi, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.

Diinisiasi sejak 2016, gerakan ini diharapkan mendorong terciptanya mencetak startup yang menjadi solusi atas masalah dengan memanfaatkan teknologi digital. #1000StartupDigital memberikan pembinaan bagi calon founder untuk membentuk tim, membuat MVP, hingga meluncurkan produknya ke pasar.

Karena Indonesia maju, #MulaiDariKamu!

Bagikan artikel ini