fbpx

Customer Validation

Kenali pasar startup-mu dulu, ya!

Saat kita mencoba membuat produk yang sudah startup kita buat, biasanya ada beberapa hal yang menjadi fokus utamanya:

  • Bagaimana kegunaannya,
  • Bagaimana produknya bisa berguna untuk user,
  • Bagaimana produknya bisa punya value ke user, dan
  • Keindahan dan estetika dari produknya.

Tapi gimana bisa kita tahu kalau, entah kapan, produk kita bakalan ada yang pakai? Atau, malah, bakalan ada yang beli?

Sumber foto: Pexels.com

Ciptain produk cuma mengandalkan poin-poin di atas, sih, memang kedengerannya pas banget di telinga. Tapi jeleknya adalah malah bisa ngelempar kita ke jurang yang dalam bareng startup-startup gagal lainnya. Kalau istilah bekennya disebut Valley of the Death.

Tahu nggak kenapa?

Karena nggak ada yang butuh produk kita! Aslinya jadi buang-buang waktu bikin produk, apalagi kalau ternyata sudah lewat tahap launching produknya. Nggak lucu, kan, kalau pada akhirnya nggak ada yang butuh.

Tapi siapa, sih, yang tahu bakalan berapa banyak yang pakai produk kita kalau belum dibuat, kan? Betul juga, sih. Tapi nggak sepenuhnya gitu juga, kok. Kita bisa mengukurnya dengan melakukan proses customer validation.

Customer Validation dan Prototype

Sebelumnya kita sudah belajar cara validasi masalah di blog sebelumnya, dan kita tahu kalau solusi yang kita buat itu nggak salah. Langkah selanjutnya adalah membuat produk yang tepat untuk solusi yang kita punya.

Gimana caranya proses customer validation? Kamu bisa melakukan interview ke target pasarmu yang real. Selain itu juga proses pengumpulan data ini bisa menggunakan media digital seperti Google FormInstagram polling, atau lewat landing page website yang kamu punya. Proses ini nantinya untuk mengetahui apakah produkmu dikenali, dipahami, dan dianggap cocok bagi calon user-nya. Or else, produkmu, ya, bakal flop dan nggak akan ada yang mau pakai. Kalau nggak ngerti cara pakainya atau beribet, ya ngapain beli, ya kan?

Sumber foto: Pexels.com

Banyak startup yang punya ambisi untuk buat produk paling berguna untuk bantu memudahkan menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat. Bisa dalam bentuk produk fisik, applikasi digital, atau lainnya. Semuanya dirancang untuk menarik perhatian customer. Bisa saja produknya sudah hi-tech, atau desainnya yang aesthetic kekinian banget.

Tapi sebelum kita membayangkan lebih jauh gimana produk kita akan berhasil menyelamatkan masyarakat dari masalah, sebaiknya dipastiin dulu kalau produknya itu nanti yang akan customer kita pakai, dan tentu saja mereka mau beli. Makanya validasi customer itu penting untuk dilakukan pertama dan nggak boleh dilewatkan. Proses ini bakalan sangat meringankan pengembangan produkmu, dan bisa memangkas waktu pengerjaannya lebih efisien lagi. Gimana, sih, caranya? Mari buat prototype dari produkmu terlebih dahulu.

Prototype adalah bentuk sample atau model awal dari produk yang ingin kamu buat nantinya. Bisa dalam bentuk 3D model, sketsa, apa saja tergantung keperluan dan pastinya budget yang kamu punya. Prototype ini nantinya yang akan kamu gunakan untuk mengetes konsep dari produk yang kamu mau tawarkan ke calon customer; sudah tepatkah dengan apa yang customer-mu nanti butuhkan dan ingin pakai.

Setelah punya prototype, lalu apa?

Berdiri. Keluar dari ruangan kantormu dan mulai terjun ke lapangan. Siapin alat tulis, alat rekam, dan daftar nama-nama orang yang bisa jadi calon pengguna setia produkmu. Tapi sebelum validasi, ingat baik-baik kalau kamu bukan bisnis jualan produk, tapi bisnis yang membuat solusi untuk memecahkan masalah.

Ayo Validasi!

Jadi kapan waktu yang tepat untuk validasi ke customer? Sebenarnya waktu yang terbaik adalah di tahap paling awal kamu membuat startup. Saat selesai membuat konsep atau ide produkmu dan setelah proses validasi masalah. Sekarang saatnya kamu bertemu dengan potential customer-mu untuk interview. Tahap ini akan membuktikan asumsi dari konsep produk yang kamu punya sudah sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan atau cuma sekadar asumsi doang.

Gimana, sih tahapan biar validasimu oke? Gini:

1. Buat list para potential customer

Kumpulin semua nama-nama individu, instansi, atau kelompok-kelompok yang ada di target pasar kamu. Kalau kamu ingin masuk ke industri agrikultur, cari nama-nama kelompok petani di sekitarmu atau di tempat lain yang mudah untuk kamu akses. Kalau industrimu soal logistik, cari instansi yang bergerak di jasa pengiriman barang, dan lain-lainnya

Setelah semua list terkumpul, bisa deh dihubungi satu per satu. Tapi…

2. Cari tahu background potential customer

Buat list nama, ya, jangan asal tulis nama saja. Gali lebih dalam background dari customer-mu agar nggak salah interview orang nantinya. Semakin background-nya mendekati konsep yang kamu validasi, semua kuat dia untuk bisa kamu jadikan potential customer. Plus, interview-nya nanti jadi nggak garing.

3. Approach

Validasi Customer bisa dilakukan dengan berbagai cara: bisa via online, percakapan telpon, atau face-to-face. Nah, yang paling efektif adalah face-to-face karena kamu bisa lebih banyak mendapat insight tentang customer-mu. Akan ada informasi yang kamu dapat atau tanyakan dari mereka yang mungkin enggan untuk diucapkan via telpon atau online. Atau malah kamu bisa mendapatkan informasi lain hanya dengan melihat apa yang ada di sekitar customer-mu, seperti tumpukan dokumen kerjaan yang bikin mereka ribet, atau dengan memerhatikan body language-nya.

Kamu bisa mulai dengan pergi ke tempat di mana pasar customer-mu berada, atau ketemu sama network-mu. Selama interview berlangsung, mungkin sekilas akan terlihat seperti percakapan biasa. Nah di sini peranmu untuk validasi customer akan berbeda dari sebelumnya.

Sumber foto: Pexels.com

4. Buat list pertanyaan biar interview jadi lama

Proses interview untuk validasi sebaiknya berjalan dengan lama. Bisa 30 menit atau lebih. Kamu harus dapat informasi sebanyak-banyaknya dari calon customer-mu tentang apa yang mereka hadapi di kegiatan mereka. Agar proses interview-nya lebih mudah untuk berjalan, siapkan dulu daftar pertanyaan yang ingin kamu ketahui dari customer-mu. Tapi jangan sampai kaku juga. Just go with the flow kalau ada yang di luar dari daftar pertanyaanmu.

5. Dengerin aja dulu, tawarin solusi belakangan

Ketimbang ngobrol layaknya ketemu teman lama, di sini kamu akan lebih sebagai pendengar; mendengar apa masalah yang dialami customer-mu dan apa yang mereka butuhkan untuk membuat pekerjaan mereka lebih ringan. Why? Jika kamu pakai waktumu untuk lebih berbicara apalagi menawarkan solusinya, kamu bakalan miss kesempatan untuk dengerin informasi yang bisa bantu kamu develop produkmu ke depan.

6. Tanya “kenapa”

Tapi nggak berarti sepanjang sesi cuma diem dengerin aja, Tanyakan pengalaman mereka dalam melakukan kegiatannya dan bagaimana prosesnya. Gunakan kata tanya “kenapa” lebih banyak seperti, “kenapa mengalami kesulitan?”, “kenapa hal A menyebabkan anda sulit?”, “kenapa itu yang anda butuhkan?”, “kenapa itu bagi anda akan membantu?”, dan kenapa kenapa lainnya.

Bertanya dengan kata “kenapa” akan menggali lebih banyak kesempatanmu untuk lebih mengerti isu apa yang sedang terjadi dan lebih paham motivasi yang dimiliki customer-mu dalam setiap kegiatannya.

7. Jangan tawarkan solusi dulu, kumpulin data yang banyak

Gregetan untuk segera presentasiin produkmu ke calon customer pasti bakalan susah banget ditahan. Apalagi kalau ada sedikit aja celah untuk masukin produkmu di percakapan, pasti ga tahan. Tapi ada baiknya memang untuk sama sekali nggak menawarkan atau presentasiin (prototype) produk yang kamu punya di awal-awal interview.

Produkmu nantinya belumlah jadi produk yang layak untuk dilempar ke publik seutuhnya. Ada yang perlu dibenahi, ditambah, dikurangi, dan sebelum paham betul dengan problem dan development yang dibutuhkan.

Saat di setiap sesi interview sudah cukup memberikan gambaran tentang masalah yang dihadapi customer, mulailah perkenalkan sepercik tentang prototype dari produk startup-mu. Minta feedback dari apa yang sudah mereka pahami dari produkmu nanti dan bagaimana produkmu bisa menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.

Sumber foto: Pexels.com

Kumpulkan semua data dari interview sampai terasa sudah pas untuk menggambarkan apa yang bisa kamu lakukan untuk menyempurnakan produkmu. Analisa semua hasil interview, dan buat produk yang berbasis dengan experience dari customer-mu.

Bakalan banyak informasi yang harus dicerna, dan banyak perubahan yang akan terjadi di prototype produkmu. But it’s okay. Melalui validasi customer, kamu akan sangat memangkas resource yang bisa terbuang sia-sia selama pengerjaan produk yang masih belum masuk market fit.

Setelah produk akhir berhasil dibuat, tugas selanjutnya adalah bukan untuk memastikan berapa banyak user yang akan memakai produk itu karena desain, kegunaan, ataupun lainnya, melainkan value apa yang bisa diberikan hingga customer-mu rela menghabiskan uang mereka untuk membeli solusi yang kamu tawarkan.

Ayo validasi market-mu sekarang.

. . .

Tulisan ini dibuat oleh Adhitya Putra.

Bagikan artikel ini