‘Kerja keras bagai kuda’, entah dari mana istilah ini berasal, namun layaknya tepat disematkan bagi para pendiri startup. Bagaimana tidak, ia susah payah mengubah ide menjadi produk, membangun tim, bahkan tidak segan menggunakan tabungannya sendiri demi operasional startup. Menghabiskan waktu bertahun-tahun dan dana yang besar dalam membangun perusahaan. Hingga kadang rela kerja ‘tidak dibayar’, yang penting perusahaan tetap jalan. Sejatinya, pemikiran ‘pendiri rela kerja tidak dibayar’ tidak sepenuhnya tepat, lho. Mengapa begitu?
Mungkin satu studi kasus ini bisa memberikan gambaran yang lebih jelas. Anggap saja seorang pendiri startup bernama John, mendapatkan suntikan dana dari angel investor untuk mengembangkan bisnisnya. Namun, alih-alih memanfaatkan kucuran dana dari investor, John tetap menjalankan bisnisnya dengan bootstrapping. Sampai pada akhirnya, seorang teman John bertanya, “John, bagaimana kamu menggaji dirimu sendiri?”. “Tidak, aku akan menggaji diriku sendiri saat perusahaan sudah untung.”
Menurutmu, apakah tindakan yang dilakukan John sudah benar?
Ternyata, perusahaan bisa dianggap ‘profit’ ketika pendiri sudah tidak menggunakan dana pribadinya lagi untuk keperluan perusahaan. Dengan kata lain, pendiri harus memiliki gaji dari usaha yang dibangunnya. Justru hal ini harus dimulai saat kita mulai membangun startup. Mulailah dengan disiplin membayar gaji kecil untuk diri sendiri. Selanjutnya, setelah keuangan dalam bisnis mulai meningkat, tingkatkan juga jumlah gaji diri sendiri. Hingga pada akhirnya kamu membayar diri dengan upah yang layak.
Kemudian, apa saja hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan gaji pendiri?
Kondisi keuangan perusahaan
Agar lebih mudah, pendiri dapat mempertimbangkan UMR sebagai patokan dalam menentukan gaji. Jika situasinya memungkinkan, pendiri mendapatkan gaji di atas UMR. Namun, bila ternyata situasinya belum sesuai, yang dapat menjadi patokan adalah gaji pendiri cukup dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selanjutnya, seiring berkembangnya perusahaan, dibutuhkan target untuk segera menggaji pendiri. Karena komponen gaji karyawan adalah salah satu aspek yang harus dituliskan dalam laporan laba rugi.
Melakukan tolok ukur
Permasalahan tentang gaji pendiri memang ‘gampang-gampang susah’. Supaya lebih terukur, pendiri dapat melakukan tolok ukur terhadap startup lain yang berada di tahapan yang sama. Meskipun memang keadaan tiap startup berbeda, namun dengan melakukan perbandingan, akan ada gambaran yang lebih jelas untuk dijadikan patokan. Misalnya startup lain yang berada di tahap seed menggaji pendiri dalam rentang 10–20 juta rupiah. Kisaran angka ini bisa dipertimbangkan dalam menggaji pendiri di startup kita. Lain halnya jika startup sudah mendapatkan suntikan dana dari investor, masalah penggajian tentu bukan jadi keputusan manajemen semata. Melainkan ada campur tangan investor dan persetujuan terkait gaji pendiri.
Jadi, sebagai founder, gaji adalah sebuah keharusan karena founder sama seperti karyawan yang bekerja setiap hari. Bagaimana jika dalam startup ada lebih dari satu founder? Maka, gaji antar founder satu dengan yang lain tidak harus sama. Semuanya diukur berdasarkan ruang lingkup pekerjaan serta tanggung jawab terhadap perusahaan. Penentuan gaji juga harus disesuaikan, tidak boleh terlalu besar karena dapat mengurangi motivasi untuk membesarkan startup. Selain itu, gaji juga tidak boleh terlalu kecil karena dapat mengurangi konsentrasi dalam bekerja, misalnya memusingkan tentang tagihan bulanan karena gaji yang belum sesuai. Karena, seiring dengan suksesnya perusahaan, maka founder masih bisa mendapatkan pemasukan tambahan, misalnya dari dividen atau capital gain.
Gerakan Nasional 1000 Startup Digital adalah upaya bahu membahu penggerak ekosistem startup digital Indonesia untuk saling terkoneksi, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Diinisiasi sejak 2016, gerakan ini diharapkan mendorong terciptanya mencetak startup yang menjadi solusi atas masalah dengan memanfaatkan teknologi digital. #1000StartupDigital memberikan pembinaan bagi calon founder untuk membentuk tim, membuat MVP, hingga meluncurkan produknya ke pasar.
Karena Indonesia maju, #MulaiDariKamu!
Bagikan artikel ini