Startup perlu belajar dari dua merek ternama dalam membangun sebuah produk. Melakukan inovasi dan menanamkannya pada produk yang sedang dibuat merupakan sebuah upaya berisiko. Untuk meminimalisir kegagalan, memang sebenarnya tidak ada cara yang pasti dalam mengembangkan produk baru dengan cara yang tepat. Namun, kita semua dapat belajar dari cerita ‘mahal’ tentang kesuksesan dan kegagalan dua perusahaan besar ketika merancang produk baru, yaitu mobil.
Contoh nyata kesuksesan dalam membangun produk datang dari cerita Porsche, perusahaan pembuat mobil mewah. Di awal tahun 2000–1n, Porsche meluncurkan mobil sport Cayenne. Mereka ingin menjadikan Cayenne jadi mobil yang sangat berbeda dari mobil sport performa tinggi lain yang terkenal. Perusahaan mobil asal Jerman tersebut membutuhkan produk baru untuk pasar massal untuk meningkatkan penjualan. Hingga akhirnya memutuskan untuk memproduksi kendaraan untuk segmen SUV (Sport Utility Vehicle) yang sedang tren pada saat itu. Sebenarnya, hal ini cukup berisiko bagi perusahaan yang terkenal karena mobil kencangnya, bukan kendaraan keluarga.
Tim produk Cayenne Porsche memahami betul risiko yang akan dihadapi, sehingga melakukan penelitian yang melelahkan. Tujuannya hanya satu, mereka yakin bahwa sebagian besar pelanggan akan menyambut dengan gembira dari kehadiran Cayenne, karena mobil tersebut memenuhi kebutuhan pelanggan. Porsche ingin pelanggan mau membayar lebih untuk SUV Porsche dibandingkan kendaraan serupa yang diproduksi oleh merek lain.
Sampai akhirnya, Porsche melakukan survei pelanggan terutama pada setiap fitur yang mungkin dimiliki oleh mobil, dan mengukur kesediaan mereka untuk membayar fitur tersebut. Mau tahu hasilnya? Ternyata pelanggan bersedia membayar lebih untuk mobil dengan kesan sporty (ini adalah faktor yang tidak dimiliki oleh pesaing). Pelanggan juga ingin power dan handling yang mendekati layaknya di mobil sport.
Namun, pelanggan ternyata tidak tertarik dengan transmisi manual enam kecepatan yang membuat mobil sport Porsche terkenal. Kesimpulannya, desainer membuang fitur ini, meskipun hal tersebut bukan keputusan yang mudah. Tidak hanya itu, desainer dan tim produk Cayenne menempatkan fitur yang cukup asing bagi perusahaan sekelas mereka, yaitu tempat cangkir besar di dalam mobil. Proses mendengarkan umpan balik dari pelanggan berlanjut terus untuk setiap fitur yang diusulkan. Apabila pelanggan mau membayar lebih untuk fitur-fitur tersebut, maka fitur tersebut akan direalisasikan.
Saat Cayenne datang ke pasar di tahun 2003, mobil tersebut langsung tenar. Di tahun 2013, Porsche berhasil menjual sekitar 100.000 Cayenne dalam setahun, jumlah yang fantastis dan hampir lima kali lipat dari penjualannya pada tahun peluncurannya. Pada 2015, Cayenne menghasilkan sekitar setengah dari total keuntungan Porsche.
Di sisi lain, cerita tentang proses pengembangan produk yang keliru datang dari perusahaan mobil Fiat Chrysler. Di Amerika Serikat, mobil kompak menyumbang satu dari setiap enam kendaraan yang dibeli. Berangkat dari situ, Fiat Chrysler kemudian merancang mobil Dart dan membangun prototipe demi prototipe. Menurut iklan yang mempromosikan Dart, mobil tersebut akan dibangun dengan sempurna. Yang jadi masalah, kesempurnaan ini ditentukan oleh Fiat Chrysler, bukan oleh pelanggan.
Singkatnya, setelah Dart diluncurkan, antusiasme dari pelanggan ternyata tidak seperti yang diharapkan. Dart hanya terjual seperempat dari jumlah yang diprediksi oleh para pengamat pasar. Beberapa ‘kesalahan’ Fiat Chrysler saat membangun Dart adalah mobil tersebut ternyata punya transmisi manual. Padahal, di Amerika Serikat, 85% compact car yang ada punya transmisi otomatis. Selain itu, Dart menawarkan transmisi kopling ganda opsional yang lebih sesuai dengan selera Eropa daripada Amerika.
Pada intinya, satu kesalahan utama dari Fiat Chrysler adalah tidak berupaya keras untuk menggali apa yang dibutuhkan, diinginkan, dan dihargai oleh pelanggan dalam segmen compact car yang akan diluncurkan di Amerika. Seharusnya hal tersebut dilakukan sebelum menyerahkan Dart kepada para insinyur dan perancang mobil untuk memproduksinya.
Kisah ini merupakan cerita yang sangat berharga dan relevan bila diaplikasikan pada tahapan membangun produk di startup. Elemen paling mahal dan penting dari proses inovasi adalah kemauan yang besar dari startup untuk berbicara dengan pelanggan lebih awal. Umpan balik serta perbaikan produk secara terus-menerus berhasil mewujudkan produk yang menjawab kebutuhan dan keinginan pelanggan. Serta, yang paling penting, pelanggan mau membayar penuh untuk itu.
. . .
Gerakan Nasional 1000 Startup Digital adalah upaya bahu membahu penggerak ekosistem startup digital Indonesia untuk saling terkoneksi, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Diinisiasi sejak 2016, gerakan ini diharapkan mendorong terciptanya mencetak startup yang menjadi solusi atas masalah dengan memanfaatkan teknologi digital. #1000StartupDigital memberikan pembinaan bagi calon founder untuk membentuk tim, membuat MVP, hingga meluncurkan produknya ke pasar.
Karena Indonesia maju, #MulaiDariKamu!
Bagikan artikel ini