Mulai dari valuasi ide, startup, hak cipta, saham, hingga…gaji!
Ngomongin tentang startup itu ngga bisa hanya fokus di pengembangan produk aja. Mungkin ada yang berpikir “udah itu dipikirin nanti aja, yang penting produknya jadi dulu”. Wah, gak bisa gitu teman-temanku.
Ibarat tanaman, produk kamu adalah bibitnya. Untuk bisa tumbuh, kan butuh ekosistem yang tepat. Mulai dari media tanam, air, pupuk, dan sebagainya. Nah, pengaturan keuangan startup itu adalah salah satu faktor penting untuk memastikan tanaman kamu tumbuh dengan baik.
Highlight Pembahasan yang Kamu Harus Ketahui
Dalam artikel ini, kita akan bahas highlight dari sesi mentoring Inkubasi yang videonya ada di atas ini ya!
Pertama-tama, pastikan kamu sudah familiar dengan Business Model Canvas. Banyak bahasannya yang mengacu pada kolom Cost Structure dan Revenue Streams.
“Gimana sih cara ngitung valuasi startup?”
Sebenernya banyak aspek yang harus dimasukkan dalam hitungan. Tapi, kalau butuh gambaran cepat bisa pake:
LABA perusahaan x 5
Oh iya, jangan lupa untuk bandingin juga perhitungan perusahaan di industri sejenis, biasanya dikali berapa. Misal, industri A itu 5X laba, industri B 10X laba dan sebagainya. Jadi, harus ada benchmarking-nya juga ya dalam menentukan perkaliannya itu.
“Kalau startupnya masih berupa IDE, ngitung valuasinya gimana?”
Menurut Mas Sony, itu ngga bisa dilakukan.
Kenapa? Karena ngga ada basis yang jelas sebagai bukti pendukung. Kalau udah punya laba/keuntungan/profit kan berarti sudah bisa nunjukkin potensi startupnya kalian.
“Gimana cara memvaluasi Intellectual Property/Hak Cipta?”
Fyi, di Indonesia itu ada lembaga untuk menghitung IP yang terdaftar di OJK. Nah, beberapa acuan dari hitungan mereka adalah:
- Traction
- Jumlah partner bisnis
- Peluang kerjasama yang akan segera direalisasikan
“Gimana cara nentuin harga per lembar saham?”
Sebelum ke sana harus tahu dulu valuasi perusahaan. Namun, yang lebih penting lagi, “apakah pembagian saham antar founder sudah adil?”
Nah, adil itu bukan berarti sama rata, tetapi dilihat dari porsi tanggung jawabnya. Misal, pembagiannya jadi 51% dan 49%, atau berapa deh, yang penting jangan dibikin sama.
Sehingga, saat ada keputusan yang harus diambil, CEO-nya itu ngga ada ngeluh “kok ga dibantuin mikir”. Yaaa, kan dia yang porsi saham & tanggung jawabnya lebih besar~
Setelah itu udah jelas, tentuin jumlah lembar sahamnya dulu. Mau X ribu lembar, X ratus lembar, X juta lembar.
Kemudian untuk nentuin harga per lembarnya jangan mahal-mahal. Menurut Mas Sony, di kisaran Rp100–500 aja dulu. Kenapa tuh?
Alasannya, kalau nanti mau ngasih bonus dalam bentuk saham ke karyawan bisa ngitungnya berapa lembar saham yang mau dikasih. Ngasih 1000 lembar saham dengan nilai Rp100 dengan 100 lembar saham dengan nilai Rp1000…lebih keliatan gede yang 1000 lembar saham kan?
Selain itu, dengan harga per lembar yang murah, kan jumlah lembar sahamnya lebih banyak. Nah, saat kepepet butuh uang, kalian bisa jual lembar saham itu deh. Kalau jumlah lembar sahamnya dikit dan harganya mahal kan, susah tuh.
“Bisa ngga GMV (gross merchandise volume) digunakan sebagai acuan menghitung valuasi startup?”
Bisa saja, namun tidak disarankan. GMV adalah akumulasi nilai pembelian atau order dari pengguna aplikasi dalam periode tertentu. Sementara yang jadi acuan kan value dari servis yang kamu lakukan.
Misal, di sebuah e-commerce terjadi transaksi sebanyak Rp100 juta. Nah, ternyata dari angka itu hanya Rp1 juta yang didapatkan e-commerce, sisanya itu ke penjualnya. Berarti angka Rp1juta itu yang jadi acuan.
Untuk tahu pendapat lain perihal menjadikan GMV sebagai acuan valuasi, bisa baca tulisannya Mas Fajrin Rasyid (President, Bukalapak) di sini:Menghitung valuasi startup dan kaitannya dengan perusahaan tradisionalTopik ini merupakan hal yang sering ditanyakan oleh berbagai pihak. Banyak yang menyebutkan bahwa valuasi perusahaan…medium.com
Kalau pun GMV mau dijadikan sebagai acuan, penting untuk menyiapkan beragam data turunannya yang menjelaskan angka GMV startup tersebut.
“Gimana caranya menghitung modal yang harus disiapkan saat menjalankan startup?”
Dari Cost Structure, ada sifatnya yang langsung dibayar dan tidak langsung. Nah, untuk yang tidak langsung seperti GAJI KARYAWAN dan SEWA TEMPAT, hitung kebutuhannya selama 1 tahun.
Dari sisi Revenue Streamnya, perhatikan Cash Conversion Cycle-nya. Simpelnya, hitung waktu antara pertama kali keluarin uang dan uangnya balik lagi. “Kalau beres development produknya 1 tahun gimana?” Hitung kebutuhan operasional selama 1 tahun itu, tambah yang poin 1 tadi.
Cash Conversion Cycle adalah salah satu metriks penting jika sebuah startup ingin gerak cepat/agile/lean/scalable. Misal, Zoom jumlah penggunanya naik 20X, tau-tau pas mau upgrade infrastruktur teknologi, belom ada duitnya Makanya, pengaturan finansialnya harus bisa menunjang itu.
“Nentuin gaji co-founder gimana ya untuk di awal-awal? Apakah harus kecil nilainya?”
Ya tentukan saja normalnya berapa, tidak usah diturunkan biar pas ke kondisi startupmu yang saat ini.
Nah, cara menghitungnya adalah, jika startup belum ada uang sebesar gaji yang ditentukan, berarti startupmu hutang gaji kamu.
Secara cashflow belum dikeluarkan, hanya baru dicatat dalam keuangan kalau startup ini hutang gaji si A sebesar XX. Jadi, jangan tentukan ukuran gaji sesuai uang yang dipegang saat ini yaa~
[FAKTA MENARIK] Banyak startup besar melakukan fundraising saat cashflownya sedang bagus, bukan saat kepepet.
Perusahaan Mas Sony melakukan fundraising saat mau scaling. Untuk memutuskan scaling, beliau memastikan cashflow-nya itu aman 3X dibandingkan kompetitor.
Kalau ga percaya coba cek deh di Bloomberg, laporan keuangannya Facebook, Google, Microsoft, Amazon, dll, posisi keuangannya sebelum melakukan scaling atau saat mau mengakuisisi sebuah perusahaan.
. . .
Artikel ini berdasarkan sesi Inkubasi Minggu ke-3 dengan topik “Finance and How to Calculate Startup Valuation” oleh Sony Rachmadi (Director, RUN System — PT. Global Sukses Solusi) pada 25 April 2020.
Bagikan artikel ini