Untuk bisa menjadi pendengar yang baik, pertama-tama kita harus membangun pola pikir mendengarkan. Pola pikir ini dapat berjalan apabila kita berniat untuk membangun kerendahan hati, membangkitkan rasa ingin tahu, dan memasukkan empati dalam setiap percakapan yang didengar. Mungkin terdengar mudah. Namun ternyata saat praktiknya, ketika mendengarkan orang lain berbicara, kita sering memikirkan tentang hal lain. Bahkan mungkin menampik obrolan orang lain dengan pendapat kita sendiri, meski itu hanya ada dalam pikiran kita dan tidak dibicarakan. Bukankah begitu? Akan tetapi, bukan hal yang mustahil agar kita bisa menjadi pendengar yang baik. Perlu latihan berkali-kali. Ratusan bahkan ribuan jam melatih telinga dan pikiran kita dalam mendengarkan.
Tantangan yang kerap terjadi ketika kita sedang mendengarkan adalah menjadi pendengar ‘seadanya’. Kita berusaha sopan, mendengarkan, dan memahami setiap kalimat yang keluar. Namun nyatanya, kehilangan makna yang lebih dalam sehingga kita tidak mendapatkan hubungan emosional dari orang yang berbicara. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Ximena Vengoechea, seorang user researcher, penulis, dan ilustrator. Vengoechea sudah terbiasa menjadi pendengar dan pemimpin riset pengguna profesional. Sehari-hari, ia memimpin dan mengamati ribuan wawancara, bekerja di perusahaan seperti Pinterest, Twitter, dan LinkedIn untuk mendengar lebih banyak tentang kebutuhan dan motivasi orang untuk merancang produk yang lebih baik.
Uniknya, ada banyak sekali kursus tentang bagaimana melatih keterampilan presentasi atau menjadi pembicara handal lewat public speaking. Namun, tidak halnya dengan keterampilan mendengarkan. Seakan kurang terlalu diperhatikan, keterampilan mendengarkan dianggap mudah dan tidak perlu ‘diasah’.
Menurut Vengoechea, agar memiliki pola pikir mendengarkan, kamu harus bisa fokus tentang rasa ingin tahu tentang orang lain, tentang apa yang mereka bagikan, adan apa yang dibagikan kepadamu. Sedangkan kerendahan hati membutuhkan kita untuk bisa terlibat dalam percakapan. Kemudian melalui empati, kita mencoba untuk memahami pengalaman dan apa saja yang dirasakan oleh orang lain. Lantas, bagaimana caranya agar bisa membangun kerendahan hati, rasa ingin tahu, dan empati ke dalam kebiasaan mendengarkan sehari-hari?
Menurut Vengoechea, kesalahan mendengarkan yang paling umum adalah terjebak dalam narasi sendiri. Misalnya siap-siap untuk merespons sesuatu, membiarkan pikiran memikirkan hal lain dan tidak fokus, mulai merencanakan argumen persuasif, atau mencoba memutar balik ke topik yang ingin kita kembalikan. Selain itu, ada kalanya kesalahan selanjutnya adalah sering memproyeksikan ide, pengalaman, atau emosi sendiri kepada orang lain, terburu-buru untuk menceritakan kisah terkait atau secara tidak sengaja memasukkan kata-kata ke mulut seseorang. Solusinya adalah dengan menepis berbagai kemungkinan tanggapan yang ada di pikiran dan cukup amati saja. Sebab, jika kita dapat mengatasi pikiran dari diri sendiri dan berhenti untuk merencanakan tanggapan, kita bisa lebih fokus pada apa yang sebenarnya diucapkan oleh rekan kita yang sedang berbicara. Empati bisa menjadi solusi dan dapat menangkal kecenderungan kita untuk memproyeksikan, sehingga kita tidak perlu berbagi pengalaman dengan orang lain. Cukup membayangkan saja.
Selanjutnya, belajar mendengarkan tidak sepenuhnya tentang orang lain. Jika kita sedang belajar untuk menjadi pendengar yang lebih baik, itu bukan berarti kita harus diam atau mengangguk tanda memahami. Mendengarkan adalah sebuah proses aktif. Misalnya terlibat dan muncul dalam percakapan, berusaha untuk menggali dan mengajukan pertanyaan, hingga mengamati isyarat dan bahasa tubuh. Ini semua membuktikan bahwa ternyata mendengarkan juga ada kaitannya dengan memperhatikan diri kita sendiri.
Gerakan Nasional 1000 Startup Digital adalah upaya bahu membahu penggerak ekosistem startup digital Indonesia untuk saling terkoneksi, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Diinisiasi sejak 2016, gerakan ini diharapkan mendorong terciptanya mencetak startup yang menjadi solusi atas masalah dengan memanfaatkan teknologi digital. #1000StartupDigital memberikan pembinaan bagi calon founder untuk membentuk tim, membuat MVP, hingga meluncurkan produknya ke pasar.
Karena Indonesia maju, #MulaiDariKamu!
Bagikan artikel ini