“Dua pertiga dari startup tidak pernah menunjukkan keuntungan yang positif.”
Pernyataan tersebut memang pahit dan mencengangkan, akan tetapi memang begitulah faktanya. Hal tersebut mendorong profesor kewirausahaan dan ahli ekonomi dari Harvard Business School bernama Tom Eisenmann untuk mencari tahu penyebabnya.
Kabar baiknya, kesalahan awal yang umumnya dilakukan oleh startup yang gagal ternyata dapat dihindari dengan mengikuti proses desain produk melalui tiga langkah yang terstruktur.
1. Mendefinisikan masalah
Mengerjakan dengan cepat tanpa terburu-buru itu perlu, karena menjadi tepat juga salah satu kunci, alih-alih mengandalkan kecepatan saja.
Berakar dari situ, founder perlu mendefinisikan masalah apa saja yang ada. Founder harus merangkul keberadaan masalah melalui problem statement. Dengan begitu, kamu akan lebih terarah untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan langkah yang tepat.
Tidak perlu terburu-buru menyampaikan solusi atau menanyakan umpan balik pada pelanggan, jika masalahnya saja belum terdefinisikan dengan tepat. Fokuslah pada masalah pelanggan. Penting untuk mewawancarai calon pengguna awal dan calon pelanggan utama yang punya kecenderungan untuk membeli di kemudian hari. Keberhasilan akan bergantung pada daya tarik kedua kelompok, yang kebutuhannya mungkin berbeda. Maka dari itu, founder perlu mengakomodasi kebutuhan tersebut ketika membuat product roadmap.
Selanjutnya, founder juga perlu melakukan analisis persaingan, termasuk pengujian pengguna terhadap solusi yang ada agar berhasil memahami kekuatan dan kelemahan produk kompetitor. Startup juga dapat melakukan survei guna mengukur perilaku dan sikap pelanggan.
2. Mengembangkan solusi
Setelah founder melakukan survei dan mengidentifikasi segmen pelanggan prioritas, itu artinya kamu sudah sangat paham tentang kebutuhan mereka yang belum terpenuhi. Selanjutnya, kamu dapat berdiskusi tentang berbagai solusi yang dapat ditawarkan.
Mulailah dengan membuat prototype berbagai konsep untuk mendapatkan umpan balik lewat sesi tatap muka dengan calon pelanggan. Lakukanlah uji coba dengan prototype tersebut dan ‘sempurnakanlah’ secara bertahap.
3. Validasi terhadap solusi
Untuk membuktikan apakah solusi tersebut sudah tepat, maka tim perlu melakukan validasi dengan testing MVP. Menguji MVP artinya menempatkan produk sebenarnya di tangan pelanggan secara nyata untuk melihat bagaimana respon mereka.
Untuk menghindari pemborosan, MVP ‘palling baik’ adalah yang fidelitasnya rendah untuk mendapatkan umpan balik dengan objektif. MVP tidak memberikan fungsionalitas yang ‘tampak seperti’ atau ‘berfungsi seperti’ produk yang betul-betul sudah matang.
Keberhasilan dalam proses desain produk perlu perubahan pola pikir dari founder. Di awal, sudah jadi hal yang umum bila founder punya asumsi terhadap masalah pelanggan yang akan mereka atasi. Founder sudah yakin dengan solusi yang akan ditawarkan. Namun, selama proses desain produk berjalan, penting bagi founder untuk menghindari keterikatan emosional terhadap masalah dan solusi tertentu. Sebab, founder harus mencoba untuk membuka pikiran terhadap kemungkinan lain yang akan terjadi. Di mana, proses tersebut akan mengungkapkan masalah yang lebih mendesak, atau solusi yang lebih tepat guna, dibandingkan dengan masalah dan solusi sebelumnya yang mungkin kamu tawarkan.
Gerakan Nasional 1000 Startup Digital adalah upaya bahu membahu penggerak ekosistem startup digital Indonesia untuk saling terkoneksi, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Diinisiasi sejak 2016, gerakan ini diharapkan mendorong terciptanya mencetak startup yang menjadi solusi atas masalah dengan memanfaatkan teknologi digital. #1000StartupDigital memberikan pembinaan bagi calon founder untuk membentuk tim, membuat MVP, hingga meluncurkan produknya ke pasar.
Karena Indonesia maju, #MulaiDariKamu!
Bagikan artikel ini