Founders, tentunya sebagai pelaku bisnis, pasti terdapat sebuah passion dalam dirimu untuk mendirikan sebuah usaha. Namun, dalam prosesnya, apakah kamu sudah tahu bedanya startup, tech company, dan scale-up? Apakah semua startup menjadi scale-up? Seberapa besar perusahaan agar dapat menjadi scale-up? Apakah perusahaan teknologi harus termasuk ke dalam startup atau scale-up?
Sebagai pelaku bisnis, penting bagi kamu untuk memahami perbedaan dari ketiga kategori ini. Kamu bisa menyimak perbedaannya dari penjabaran berikuti ini.
Startup
Istilah startup saat ini biasa untuk perusahaan yang inovatif atau yang memanfaatkan teknologi baru. Eric Ries, penulis buku Lean Startup, mendefinisikan startup sebagai “suatu struktur yang dirancang untuk menciptakan produk atau layanan baru di bawah kondisi ketidakpastian yang ekstrem.”
Akan tetapi, perusahaan yang baru didirikan belum tentu adalah startup. Semua tidak selalu tentang casual attire dan beanbag semata. Startup harus membuat atau menyusun proses kerjanya sendiri serta menentukan bagaimana model bisnis mereka yang mana tidak memiliki hubungan dengan hal-hal yang sudah ada atau secara tradisional. Beberapa tantangan yang harus dihadapi bagi suatu startup adalah:
- Menentukan bentuk model bisnis mereka sendiri;
- Menstabilkan perusahaan mereka;
- Tumbuh dan berkembang dengan cepat meskipun harus mengorbankan profitabilitas jangka pendek.
Tech Company
Sebelumnya tidak ada definisi khusus mengenai perusahaan teknologi atau Tech Company, namun sebuah perusahaan dapat dikatakan sebagai tech company atau tech startup jika perusahaan teknologi merupakan startup dalam proyek mereka sendiri. Tetapi tidak seluruh startup merupakan perusahaan teknologi. Biasanya perusahaan teknologi mematenkan proyek atau karya mereka sebagai hak cipta. Sementara startup tidak selalu mematenkan atau mengembangkan teknologi mereka sendiri.
Walaupun tidak ada definisi pasti, terdapat karakteristik tertentu yang bisa kamu gunakan untuk mengetahui suatu perusahaan teknologi. Karakteristik tersebut adalah:
- Bisnis inti ilmiah (aplikasi, ilmu pasti, dll.)
- Model dan/atau penawaran yang dapat diskalakan
- Pendapatan yang dihasilkan dari penjualan teknologi
- Teknologi yang dipatenkan dan dilindungi
Beberapa perusahaan teknologi adalah Twitter, Airbnb, atau Blablacar yang masih dianggap oleh Julie Durban sebagai perusahaan rintisan dengan jiwa startup karena mereka memiliki karyawan lebih dari 10 dengan bukti kelayakan model bisnis sendiri. Meskipun menghasilkan kerugian yang setara dengan pendapat, mereka mempertahankan tujuan pertumbuhan perusahaan yang ambisius Dengan menciptakan lapangan kerja dengan cepat dan mempertahankan citra mereka sebagai pionir.
Scale-up
Scale-up merupakan perusahaan startup yang telah berkembang dan telah berubah skalanya. Startup akan scaling-up jika ia dapat berhasil dengan menstabilkan model bisnis dan mengindustrialisasikan penawarannya, sehingga ia bisa membuktikan viabilitasnya.
Berikut ini merupakan beberapa syarat digunakan sebagai kriteria tertentu scale-up menurut Eric Ries, yaitu:
- Peningkatan skala pertumbuhan per tahun harus lebih dari 20% dengan setidaknya 10 karyawan dengan kontrak permanen.
- Peningkatan diharapkan menghasilkan antara 1 juta dollar dan 3 juta dollar dengan kepastian sudah mengumpulkan setidaknya 1 juta dollar.
Dalam penjelasan sederhana, scale-up merupakan sebuah startup yang ‘sukses’ melampaui batasannya. Sebab, sebuah startup belum tentu bisa selamanya bertahan dikarenakan prospek perusahaan muda yang biasanya cukup terbatas dapat membuat kemungkinan, yang dapat menghantarkan kepada kebangkrutan dan kegagalan bisnis.
Nah, apakah kini kamu sudah paham perbedaan dari startup, tech company, dan scale-up? Semoga saja penjelasan-penjelasan ini dapat membantu kamu untuk mengidentifikasi perusahaan dan dapat memahami perkembangan serta tren teknologi yang relevan dengan strategi bisnis kamu, ya. Semangat dalam merintis!
Bagikan artikel ini