Tidak Bersiap untuk Berubah dengan Cepat
Menurut Rob Zuber, CTO dari CircleCI, cara sukses startup saat scale up adalah selalu menerima dan mengevaluasi umpan balik yang datang, kemudian melakukan perubahan secara cepat (baik itu pivot atau mengubah strategi tanpa harus mengubah core bisnis). Lantas, bagaimana cara agar startup dapat berubah dengan cepat?
Zuber menuturkan bahwa salah satu caranya dengan mengurangi biaya yang akan dikeluarkan untuk membuat perubahan. Karena semakin rendah biayanya, maka kemungkinan untuk mendapatkan peluang keberhasilan akan semakin besar. Selain itu, kamu akan punya kemungkinan yang lebih kecil untuk bisa terikat dengan keputusan buruk sebelumnya. Biaya perubahan bisa menjadi rendah, misalnya saat tidak ragu-ragu untuk melakukan perubahan dan bisa memprediksi hasil dari perubahan dengan percaya diri dan dapat diukur.
Contohnya perusahaan media sosial Twitter, dulunya merupakan platform untuk sistem podcasting dengan nama Odeo. Kemudian Tiny Speck yang merupakan produsen game komputer, kemudian berubah menjadi Slack, sebuah platform messenger yang sangat populer. Kuncinya adalah mereka mampu dan berani melakukan perubahan radikal secara cepat untuk bisa beradaptasi.
Tidak Fokus Menemukan Product Market Fit
Product Market Fit adalah situasi saat startup telah berada di pasar dan pelanggan yang tepat sesuai dengan produk yang ditawarkan.
Selain itu, pelanggan juga mendapatkan nilai tambah dari produknya sehingga mereka puas dan menginginkan agar orang lain juga turut mencoba produk tersebut. Agar Product Market Fit dapat terpenuhi, ada beberapa hal yang bisa dijadikan acuan, antara lain target pelanggan, kebutuhan pelanggan yang masih belum terpenuhi, keunggulan dan daya tarik startup dibandingkan pesaing, fitur produk, serta pengalaman pengguna.
Jangan Lakukan Proyek dengan Diam-Diam
Menurut Zuber, startup sebaiknya tidak perlu merancang produknya dalam mode siluman atau secara diam-diam. Lebih tepatnya mengapa disebut mode siluman karena tentu saja tim startup tidak akan membicarakan atau menunjukkan proyeknya pada siapa pun karena takut orang lain akan mencuri idenya.
Padahal, tidak ada satupun ide yang asli yang berasal hanya dari satu orang saja. Ide akan selalu berkembang dan terus disempurnakan oleh banyak orang. Contohnya, seperti telepon kabel yang sekarang sudah menjadi gawai pintar, atau lemari pakaian biasa yang sekarang punya teknologi suhu, setrika pakaian otomatis, hingga steril pakaian dengan sinar UV.
Apa pun yang sedang kamu kerjakan, setidaknya akan ada orang lain di suatu tempat di luar sana yang saat ini juga memiliki pikiran dan ide yang sama denganmu. Hal terbaik justru dengan membuat produk dan melakukan launching kepada pelanggan secepat mungkin. Fail fast, learn faster.
Menunda untuk Menyelesaikan MVP
Startup punya risiko cukup besar dalam hal membangun produk. Mengapa berisiko? Karena produk belum pasti diterima oleh pelanggan meskipun telah melalui penelitian yang panjang dan proses pengembangan produk yang tidak mudah. Belum lagi jika ditambah beban operasional yang cukup tinggi.
Startup punya risiko cukup besar dalam hal membangun produk. Mengapa berisiko? Karena produk belum pasti diterima oleh pelanggan meskipun telah melalui penelitian yang panjang dan proses pengembangan produk yang tidak mudah. Belum lagi jika ditambah beban operasional yang cukup tinggi.
Untuk itu, kehati-hatian dan strategi yang tepat sangat dibutuhkan saat startup akan meluncurkan produk pertamanya. Namun hal ini bisa disiasati dengan pembuatan MVP. Istilah MVP atau Minimum Viable Product dipopulerkan oleh Eric Ries, seorang konsultan, pekerja, dan pengembang startup. MVP diciptakan agar startup punya produk yang bisa memenuhi kebutuhan paling minimal atau dasar dari pelanggan. MVP tidak memerlukan fitur-fitur yang canggih di awal pembuatannya, yang penting memiliki nilai tambah bagi produk kepada pelanggan.
Maka, jangan sampai startup menunda untuk peluncuran MVP. Dengan membuat MVP, maka startup akan punya peluang untuk mendapatkan profit dengan risiko lebih kecil. Selain itu, startup bisa memperoleh umpan balik dari pelanggan yang sudah mencoba MVPnya sehingga akan mendapatkan validasi langsung dari pengguna. Startup juga tidak perlu membuang waktu dan berkutat terlalu lama dalam pembangunan produk yang tidak tepat pengguna.
Itu tadi beberapa tantangan yang bisa kamu selesaikan saat startupmu sudah masuk ke dalam tahapan scale up. Dengan mempersiapkan dengan cermat, maka startup punya peluang lebih besar untuk meminimalisir terjadinya kesalahan. Jangan lupa buat checklist yang bisa membantumu untuk mengorganisir hal-hal mana saja yang sudah dan belum untuk dilakukan. Pastikan juga kamu menyusunnya berdasarkan skala prioritas, ya.
. . .
Artikel ini telah terbit pada Buku Saku RINTISAN Edisi 11: Pendidikan. Silakan klik link ini
untuk membaca artikel eksklusif lainnya di RINTISAN.
Bagikan artikel ini