Perubahan cepat yang terjadi dapat menjadi penyebab dari startup yang harus pivot. Bukan tanpa tanda, startup memang dapat pivot apabila sudah tidak relevan lagi menyelesaikan misi lamanya. Secara teori, mengubah arah adalah hal yang wajar dan baik untuk bisnis. Alasannya, menempuh kesuksesan tidak ditempuh secara linier atau garis lurus. Contohnya, Twitter diluncurkan sebagai direktori podcast, Yelp dimulai sebagai layanan email otomatis, dan YouTube pernah menjadi situs kencan.
Namun, pivot yang tidak dilakukan dengan cermat dapat menjadi masalah. Penyimpangan dapat menyebabkan investor, karyawan, media, hingga pelanggan merasa kebingungan.
Sebagai gambaran, pengusaha bekerja layaknya ilmuwan yang menghasilkan dan menguji hipotesis untuk menemukan solusi yang tepat untuk ditawarkan. Hal itulah yang menjadi titik utama dari pendekatan lean startup yang sangat fenomenal. Namun, menjadi pengusaha ternyata perlu kemahiran layaknya seorang politisi. Ia perlu percaya diri dalam meyakinkan audiens apabila terjadi pergeseran dari posisi awal.
Keterampilan tersebut menjadi penting terutama ketika pandemi COVID-19 berlangsung. Banyak bisnis yang semula tumbuh dengan pesat, kemudian menjadi ambruk ketika dipukul pandemi. Untuk itu, startup perlu merancang model bisnis baru dan merumuskan kembali strategi mereka.
Untuk mengantisipasi penolakan yang terjadi dari pemangku kepentingan saat pivot berlangsung, sebelum terjadi pivot, pemimpin perlu membuat narasi yang luas. Yaitu layaknya payung yang membuka kesempatan luas bagi peluang baru apabila perubahan yang mendadak terjadi. Bukan narasi sempit yang tidak menyisakan ruang sedikitpun untuk berbelok atau pahitnya, bermanuver ketika perubahan terjadi.
Misalnya dengan melakukan promosi yang efektif dan memiliki daya tarik emosional dengan menggarisbawahi tujuan yang lebih besar. Peta jalan memang diperlukan, akan tetapi akan lebih penting untuk mencapai tujuan. Ini bukan berarti bahwa pengusaha tidak kredibel atau tidak disiplin ketika pivot harus dilakukan.
Selain itu, untuk tahapan awal startup, pemimpin perlu menekankan prinsip yang dapat diterima lebih luas, terutama ditujukan untuk pemangku kepentingan. Contohnya datang dari Netflix ketika sang founder, Reed Hastings, mengantisipasi peralihan ke video streaming. Di awal ia menekankan tujuan untuk menawarkan tontonan video rumahan terbaik untuk semua orang. Ia mengemas narasi sebagai ‘tontonan’, bukan ‘DVD’ yang merupakan produk Netflix di fase awal. Kemudian, ketika industri semakin berkembang dan teknologi berubah, orang-orang meninggalkan DVD dan beralih ke tontonan digital. Dengan begitu, ambisi Hastings di awal masih masuk akal. Hastings mengatakan dia akan bersiap untuk menyediakan layanan video on demand apabila teknologi sudah siap.
Startup mungkin menemukan peluang besar di tengah krisis. Misalnya ketika pandemi COVID-19 dan orang banyak melakukan aktivitas di dalam rumah. Dampak seperti itu ternyata jangka panjang dan mengubah perilaku konsumen. Hal tersebut tidak dapat ditebak oleh siapa pun. Maka untuk dapat bertahan, di fase awal, startup perlu menyusun narasi dengan gambaran besar yang tepat untuk mencapai tujuan. Tujuannya untuk mengantisipasi, apabila diharuskan untuk pivot, startup sudah siap untuk bermanuver, bergerak dengan gesit, serta dapat dengan efektif melibatkan pemangku kepentingan.
…
Gerakan Nasional 1000 Startup Digital adalah upaya bahu membahu penggerak ekosistem startup digital Indonesia untuk saling terkoneksi, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Diinisiasi sejak 2016, gerakan ini diharapkan mendorong terciptanya mencetak startup yang menjadi solusi atas masalah dengan memanfaatkan teknologi digital. #1000StartupDigital memberikan pembinaan bagi calon founder untuk membentuk tim, membuat MVP, hingga meluncurkan produknya ke pasar.
Karena Indonesia maju, #MulaiDariKamu!
Bagikan artikel ini