Siapa mereka yang akan sangat terbantu dengan adanya startupmu?
Hi! Hello! Selamat datang di industri dari brand startup yang kamu ciptakan. Kalian sudah sampai di artikel ini, berarti kalian sudah membuat solusi dari masalah yang sedang dihadapi oleh customer kalian. Sudah ada produk yang bisa ditawarkan sebagai medium atau alat untuk memecahkan masalah tersebut.
Namun, dengan beragamnya customer kita dan beragam pula tujuan mereka untuk menggunakan produk kita, akan jadi PR yang lumayan juga saat kita harus tahu lebih banyak tentang customer kita.
Kalian pernah nggak, sih, belanja ke minimarket dan ketemu sama satu produk yang kelihatannya menarik, harganya oke plus diskon pula, tapi sebelum pergi ke kasir kalian bertanya-tanya, “apa pentingnya produk ini buat saya?”
Atau kalian yang doyan beli makanan via ojek online, apa kalian pernah berpikir kenapa kira-kira banyak banget yang kasih promo dan gila-gilaan. Ini nggak semata-mata biar customer tertarik, tapi ada teknik marketing yang dipakai dan pun ada tujuannya.
Di artikel-artikel sebelumnya kita sudah belajar untuk memvalidasi masalah untuk memastikan masalah yang ingin diselesaikan melalui startup kita. Selain itu pun juga sudah belajar untuk memvalidasi customer agar produk yang kita buat sudah tepat sasaran dan dipahami oleh customer kita. Mereka akan membeli apa pun produk kita jika itu bisa memecahkan masalah yang mereka hadapi. Namun untuk membuat mereka setia dengan brand atau produk yang kita tawarkan mesti kita perkirakan. Makanya kita harus kenal lebih dekat customer kita lagi, nggak hanya selesai di validasi.
Untuk bikin customer menjadi pelanggan atau user produk kita yang setia, kita nggak cuma harus memberikan produk yang menjadi solusi masalah yang mereka hadapi, tapi juga harus bisa memberikan keuntungan untuk hidup mereka. Gimana caranya? Kenali siapa mereka. Tahu apa yang mereka hargai di hidup atau aktifitas yang mereka lalui sehari-hari untuk itu. Tahu cara untuk bisa mengkomunikasikan produk ke customer kita dengan tepat.
Tapi bakalan jadi ribet juga, kan, kalau kita harus mendata satu per satu dari customer yang sudah beli atau pakai produk dari startup kita. Nah, untuk mengatasi masalah ini, kita bisa membuat avatar yang mewakili customer kita; Customer Persona.
Apa Itu Customer Persona?
Saat kita buat startup atau, paling nggak, saat ada ide untuk buat sebuah produk, kita biasanya sudah menerka-nerka siapa audience yang kita tuju untuk pemasarannya. Kita pun biasanya berpikir mereka pasti akan pakai produk atau jasa yang ditawarkan nanti. Tapi itu semua cuma asumsi yang masih perlu dibuktikan.
Nah, untuk melepaskan diri dari asumsi-asumsi seperti itu, kita butuh data yang lebih valid. Pada fase ini kita perlu metode yang namanya Customer Persona.
Customer Persona mewakili jumlah besar customers atau users dari produk yang akan atau sudah kita buat. Customer Persona ini nggak berbentuk orang beneran, cuma dalam bentuk avatar fiksi dari customer yang ideal dari produk kita. Tujuan adanya customer persona ini adalah supaya kita tahu ke customer yang seperti apa, sih, yang cocok dengan marketing startup kita dan produknya ke depan.
Bentuk dari persona ini dibuat sebagaimana layaknya manusia biasanya, yang seperti di dunia nyata. Ada yang tua-muda, ekonomi atas-menengah-bawah, pekerja-masih sekolah, laki-perempuan, lajang-menikah; dibuat se-real mungkin. Setiap persona akan mewakili tipe customer yang berbeda. Dari setiap persona pun nantinya akan memiliki cara pendekatan yang berbeda saat kita melakukan marketing produk kita.
Customer Persona, Gimana Caranya Bikinnya?
Untuk membuat customer persona, kita butuh data-data yang sesuai dengan data customer kita di dunia nyata. Ada beberapa tahap yang bisa kita lakukan:
1. Di sini kita perlu untuk melakukan riset atau survey lagi (online, hotline, wawancara). Datanya bisa datang dari customer/user yang sudah memakai produk kita, atau yang belum. Data yang kita butuhkan kurang lebih seperti riwayat penggunaan produk; produk apa yang mereka gunakan, seberapa sering mereka beli atau pakai produk tersebut.
Selain itu, informasi demografis dari customer juga perlu kita dapatkan, seperti umur customer, gender, status perkawinan (jika dibutuhkan), pekerjaan, income tahunan, tingkat pendidikan, atau punya rumah sendiri atau anak kosan, atau yang lainnya.
Data ini, selain dengan cara survey ke lapangan, juga bisa didapatkan melalui analytic media sosial brand atau startup kita. kita bisa tahu siapa dan background darimana saja para user yang melihat produk kita di internet.
Biar dapat data yang lebih diverse, kita juga bisa cek sainganmu di industri yang sama: engagement di website mereka atau produk mereka. Apa target customer mereka sama denganmu? Apa cara marketing mereka berbeda denganmu? Dicek aja.
2. Dari data di atas, selanjutnya kita akan cari tahu kebutuhan dan keinginan khusus dari customer kita saat dia ingin menggunakan produk dari startup kita. Setiap tipe customer akan punya alasan yang berbeda-beda. Jadi kita perlu tahu hal-hal seperti apa goal yang mereka punya dalam hidup mereka, seperti:
“Apa kendala yang menyulitkan mereka untuk meraih goal tersebut?”
“Apa solusi yang ingin mereka dapatkan untuk meraih goal tersebut?”
Ketahui apa yang mereka suka atau tidak suka dari produk kita. Kalau startup kita juga aktif di media sosial, awasi engagement-nya; bisa dengan melihat mention tentang startup atau produk kita di Instagram misalnya.
3. Ketahui goal yang customer/user kita ingin raih. Bisa saja itu urusan pribadi ataupun profesinya (tergantung jenis produk/jasa yang startup kita tawarkan). Selain itu, cari tahu apa yang membuat mereka ingin memakai produk kita, seperti keuntungan yang mereka dapatkan atau yang mereka butuhkan. Lakukan dengan cara seperti poin di atas.
4. Setelah tahu apa goal dan halangan customer/user kita, kita sekarang bisa menerka gimana produk kita bisa menyediakan solusi untuk masalah mereka. Mulai dari sini, fokuskan pada benefit yang bisa diberikan daripada fitur yang canggih atau catchy dari produk kita.
Fitur memang penting banget untuk produk kita agar customer/user-nya tertarik dengan produk dan startup kita. Tapi benefit yang akan membuat mereka jadi customer/user yang loyal dengan produk dan startup kita. Setia itu yang penting!
5. Setelah semua data sudah kita dapatkan, kelompokkan semua data dari para customer/user. Kumpulkan setiap data dengan karakteristik yang mirip menjadi customer persona-nya masing-masing. Berikan nama setiap customer persona, termasuk title jabatan, dan karakteristik lain agar sesuai dengan orang yang nyata pada umumya.
Kenapa diberi nama? Percaya atau nggak, dengan kita mengenal customer/user kita, kita akan jauh lebih mudah untuk berkomunikasi dengan mereka sesuai dengan karakteristik persona-nya nanti. Jadi secara nggak sadar, kita akan memprioritaskan kebutuhan yang mereka memang butuhkan ketimbang apa yang kita prioritaskan di startup kita.
Anggap masing-masing customer persona selayaknya manusia di dunia nyata yang mewakili customer kita yang asli. Nggak kenal maka nggak sayang, kan?
Ada banyak format template customer persona yang bisa kita cari di internet; dari yang simpel hingga complex dan detil. Contoh dari customer persona adalah:
Atau,
Dari persona yang sudah kita buat setelah ini, kita akhirnya tahu apa keuntungan dari produk kita yang bisa kita berikan ke para customer, based on informasi yang kita dapat tentang mereka. Mulai dari sekarang kita tahu, tuh, gimana cara kita marketing produk atau startup kita biar pas sama tipe customer yang dituju. Mulai dari gaya bahasa marketing-nya hingga fitur dan keuntungan dari produk kita yang menyesuaikan kebutuhan mereka.
Yes, dengan customer persona, kita kini juga belajar untuk menciptakan hubungan yang profesional dengan customer kita yang sesungguhnya; via persona yang mewakilli mereka. Kita jadi lebih mahir dalam hal customer service juga nantinya.
Customer Persona memang cara strategi marketing yang efektif dan sempurna untuk pemasaran dan startup kita: meningkatkan pertumbuhan dan penjualan, di saat yang sama kita menciptakan produk yang bisa mereka percaya untuk goal mereka seumur hidup. Kalau semua sudah berjalan dengan baik, startup kita pun ke depannya akan menjadi lebih sustainable.
— Tulisan dibuat oleh Adhitya Putra.
Bagikan artikel ini