Stres adalah salah satu isu yang saat ini disorot, terutama dalam dunia kerja. Situasi saat ini yang serba tidak menentu, termasuk dampak dari pandemi, ketidakpastian ekonomi, isolasi sosial, inflasi, dan kemajuan teknologi yang semakin ‘menggila’, adalah deretan penyebab dari peningkatan stres, rasa cemas, dan buruknya kesehatan mental karyawan di tempat kerja.
Di sisi lain, orang-orang banyak yang mulai melek dengan isu kesehatan mental. Kesehatan mental di tempat kerja juga kian menjadi perhatian karena dapat mempengaruhi kinerja mereka. Meskipun budaya untuk meningkatkan kesadaran mental adalah tugas utama dari HRD, manajer punya andil besar dalam menjaga kesehatan mental dari anggota timnya.
Bahkan, manajer dapat menjadi tempat pertama untuk memberikan perawatan sederhana. Misalnya, memberikan solusi kepada anggota timnya ada yang mengalami masalah di tempat kerja, sampai membimbing karyawan yang sekiranya membutuhkan bantuan dari pihak profesional. Dukungan seperti ini dari seorang manajer terhadap karyawannya akan sangat berharga, mengingat tidak semua orang dapat mengakses layanan kesehatan mental secara memadai.
Langkah pertama yang dapat dilakukan manajer adalah mengetahui siklus yang dapat menjadi tanda bahwa karyawan mengalami gangguan kesehatan mental di tempat kerja.
Dikutip dari artikel Harvard Business Review, beberapa siklus yang umumnya terjadi pada karyawan yang mengalami krisis kesehatan mental adalah:
a. Penghindaran: Umumnya, orang akan menghindar apabila mengalami rasa cemas. Contohnya, orang yang khawatir dalam melakukan presentasi biasanya tidak mau untuk tampil karena punya persepsi akan ketakutannya berbicara di depan umum.
b. Pengurangan aktivitas: Hal ini biasa terjadi ketika mengalami depresi dan suasana hati yang buruk.
c. Perfeksionis: Ketika kita yakin bahwa suatu tugas harus diselesaikan dengan sempurna, kita mungkin mengabaikan tugas yang kita sadari tidak dapat diselesaikan sesuai standar tersebut.
Setelah manajer memahami tanda dari karyawan yang sedang dalam tekanan mental dari siklus di atas, manajer perlu memfasilitasi percakapan tentang kesejahteraan emosional. Manajer punya peran untuk membantu karyawan mengenali sumber masalah kesehatan mentalnya. Meskipun manajer tidak memberikan terapi atau konseling, mereka dapat belajar menerapkan keterampilan hubungan terapeutik. Di mana, penting sekali untuk berempati yang menjadi poin penting dalam membangun hubungan baik.
Empati lebih dari sekadar memberikan simpati. Empati adalah komitmen untuk memahami sepenuhnya dari pengalaman orang lain. Dengan melakukan empati, maka karyawan akan merasa bahwa ia tidak sendirian dan ada orang lain (manajer) yang sedang mencoba memahaminya.
Contoh di bawah ini adalah percakapan antara manajer dan karyawan yang mengalami penurunan produktivitas dan kecemasan di tempat kerja karena sedang merawat ibunya yang sakit.
Manajer: “Saya hanya bisa membayangkan betapa sulitnya menyeimbangkan pekerjaan Anda di sini dengan tanggung jawab merawat ibu Anda. Itu pasti sangat sulit.”
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa manajer mengakui kesusahan yang dialami karyawannya, membenarkan perasaannya, dan mengungkapkan pemahamannya terhadap situasinya, yang mana itu semua adalah bentuk dari empati. Selain itu, manajer juga harus mendengarkan secara aktif. Tujuannya untuk membangun kepercayaan sehingga karyawan merasa didengarkan dan dipahami.
Ketika manajer memberi tanggapan pada karyawan, penting sekali untuk tidak menghakimi. Manajer perlu berhati-hati untuk tidak memberikan pendapatnya sendiri. Akan lebih baik jika ia menerima tentang pemikiran dan perasaan karyawan sebagai sebuah hal yang valid.
Contohnya, apabila karyawan meragukan kemampuannya, meskipun manajer menganggap bahwa karyawannya adalah orang yang punya kinerja baik, manajer dapat menanggapinya dengan, “Bukan hal yang aneh jika kita merasa seperti itu. Banyak dari kita yang merasa ragu pada diri sendiri, terutama saat kita sedang stres. Saya dapat memahami mengapa kamu merasakan hal ini.”
Dengan memberikan reaksi untuk tidak menghakimi, para manajer akan mengurangi stigma dan rasa malu yang biasanya timbul akibat kesehatan mental yang buruk.
Manajer juga punya kesempatan untuk mengubah persepsi terhadap tekanan mental di tempat kerja. Daripada fokus pada produktivitas yang harus ditingkatkan atau cara mengatasi masalah, manajer dapat menekankan pada bagaimana tempat kerja bisa menjadi tempat yang mendukung dan mendorong karyawan yang menghadapi tekanan mental. Apabila banyak manajer yang memahami dan mengadopsi pendekatan ini, mereka bisa menjadi agen perubahan budaya dalam startup.
. . .
Gerakan Nasional 1000 Startup Digital adalah upaya bahu membahu penggerak ekosistem startup digital Indonesia untuk saling terkoneksi, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Diinisiasi sejak 2016, gerakan ini diharapkan mendorong terciptanya mencetak startup yang menjadi solusi atas masalah dengan memanfaatkan teknologi digital. #1000StartupDigital memberikan pembinaan bagi calon founder untuk membentuk tim, membuat MVP, hingga meluncurkan produknya ke pasar.
Karena Indonesia maju, #MulaiDariKamu!
Bagikan artikel ini