Perusahaan berlomba-lomba untuk menjadikan tempat kerja mereka sebagai lingkungan yang inklusif. Di mana semua ras diterima, kesetaraan gender dirangkul, dan penyandang disabilitas dapat berkarya. Memperjuangkan hal tersebut butuh upaya yang sinergis dari banyak pihak.
Untuk dapat merealisasikan tempat kerja yang inklusif terutama di startup, kamu perlu membaca cerita menggugah dan menarik dari Temple Grandin yang punya pengalaman lebih dari 50 tahun di industri dan akademisi, menjelaskan bagaimana dia memproses informasi sebagai pemikir visual. Ia juga membagikan bagaimana para pemimpin bisnis dapat memanfaatkan kekuatan berbagai jenis pemikir. Berikut adalah ceritanya.
Dikutip dari artikel Harvard Business Review, yang perlu dilakukan untuk pertama kali, pemimpin bisnis dan pembuat kebijakan perlu mendorong sekolah untuk menemukan siswa dengan talenta-talenta khusus. Salah satunya adalah para pemikir visual (visual thinkers). Pemikir visual memproses informasi secara berbeda; yang menggunakan pemecahan masalah langsung dan persepsi visual.
Orang yang menjadi pemikir visual ini tidak dapat duduk diam atau tidak bisa melakukan matematika abstrak misalnya aljabar. Para visual thinkers dapat disaring dari sistem pendidikan Amerika Serikat. Alasannya, anak-anak ini perlu melakukan ‘sesuatu’ yang bernilai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Contohnya, Thomas Alfa Edison berada di peringkat paling bawah di kelasnya dan digambarkan sebagai ‘anak bodoh’ oleh seorang guru. Ibunya membawanya keluar dari sekolah dan memutushkan untuk belajar sendiri di rumah. Hari ini, Edison mungkin telah didiagnosis menderita ADHD, seperti hampir satu dari tujuh anak laki-laki Amerika yang tampak bosan di kelas dan diberi label “disruptive”.
Selanjutnya, kita perlu melatih dan berinvestasi pada siswa dengan kemampuan khusus dan penuh talenta ini. Misalnya terlibat dalam kelas secara langsung, melakukan pendampingan, dan magang di bidang di mana keterampilan visual bernilai sangat penting.
Gambaran lainnya, praktik perekrutan juga perlu diubah. Orang dengan pemikir visual yang menderita autisme, tidak akan berhasil dalam wawancara kerja biasa di mana berbicara dan menatap mata orang itu menjadi hal yang penting. Untuk bisa mendapatkan pekerjaan, penulis artikel Harvard Business Review, yaitu Temple Grandin, membuat video berdurasi 30 detik sebagai portofolionya. Alasannya, ia tidak bisa menjual pekerjaan dengan mendeskripsikannya seperti layaknya orang yang melamar pekerjaan pada umumnya.
Hal yang sama berlaku untuk bidang pendidikan. Contohnya, Grandin dapat lulus persyaratan matematika untuk mengejar karir di bidang kedokteran hewan, tetapi mengingat kedekatan visual dengan hewan dan wawasan tentang perilaku mereka, ia sekarang melatih dokter hewan.
Contoh lainnya adalah, perusahaan Forest City Gear yang pusatnya di Illinois, bekerja sama dengan NASA untuk membuat roda gigi kecil yang memutar kamera, di mana ini akan digunakan para scientist ketika menjelajah Mars. Eksekusinya membutuhkan para karyawan yang punya perhatian luar biasa terhadap detail, sebuah persyaratan yang tepat dan sangat mungkin dilakukan bagi seorang penyandang autisme.
Ingatlah bahwa pekerjaan yang terspesialisasi membutuhkan pikiran dan talenta yang juga terspesialisasi. Semua pekerja itu sama, baik yang punya keterampilan visual, verbal, atau kemampuan khusus lainnya. Alasannya sederhana, karena mereka punya hak yang sama untuk dapat menggunakan ‘kekuatan’ yang dimiliki sehingga dapat berkontribusi dengan maksimal. Dan tantangannya, bagi para founder startup, pemimpin, eksekutif, dan orang-orang yang bekerja di bidang HRD, kita semua membutuhkan orang-orang pemikir. Saat mereka bekerja dalam tim dengan keterampilan yang saling melengkapi, mereka akan dapat menghasilkan karya hebat, dan kinerja tim menjadi efektif dan efisien.
. . .
Gerakan Nasional 1000 Startup Digital adalah upaya bahu membahu penggerak ekosistem startup digital Indonesia untuk saling terkoneksi, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Diinisiasi sejak 2016, gerakan ini diharapkan mendorong terciptanya mencetak startup yang menjadi solusi atas masalah dengan memanfaatkan teknologi digital. #1000StartupDigital memberikan pembinaan bagi calon founder untuk membentuk tim, membuat MVP, hingga meluncurkan produknya ke pasar.
Karena Indonesia maju, #MulaiDariKamu!
Bagikan artikel ini