Menurut hotjar.com, agile product management adalah pendekatan adaptif untuk perencanaan dan implementasi strategi produk di mana tim bekerja secara selaras untuk mencapai tujuan produk. Metode agile dalam manajemen produk menerapkan proses umpan balik pengguna yang lebih cepat, perbaikan produk secara terus-menerus (iterasi), serta umumnya penjualan yang lebih baik. Perbaikan produk yang dilakukan secara terus-menerus diolah dari data umpan balik dan analisis terhadap pelanggan.
Jadi, apa perbedaan metode agile dengan metode pengembangan produk tradisional?
Mulanya, proses pengembangan produk adalah sebuah proses yang sulit untuk diorganisir, terutama sebelum munculnya metode agile seperti Scrum atau Kanban.
Bayangkan apabila tim produk dan pengembangan berjalan sendiri-sendiri, tidak ada proses sinkronisasi, serta project manager melihat indikator keberhasilan atau perubahan hanya menjelang berakhirnya proses pengembangan. Proses seperti ini dikenal sebagai metode waterfall, memiliki kekurangan karena tidak memiliki fleksibilitas, tidak efisien dari segi proses, dapat menyebabkan inovasi produk menjadi terlambat, sehingga tidak memuaskan hasrat akan kebutuhan pelanggan. Lambat laun, metode waterfall semakin tidak relevan karena tidak dapat menciptakan produk digital yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan yang semakin kompleks.
Sedangkan, metode agile dijalankan secara teratur yang memungkinkan terjadinya perubahan dengan lebih cepat. Sebab, umpan balik pengguna sangat dimaksimalkan dalam proses ini, sehingga pengembangan produk tercipta berkat kebutuhan pelanggan yang dapat diakomodasi. Metode agile tidak menekankan perubahan besar yang terjadi dalam waktu singkat, melainkan peningkatan kecil yang terus-menerus untuk mencapai tujuan akhir yang lebih besar. Kemudian, menggunakan metode agile dapat membuat tim bekerja dengan lebih kompak karena menuntut adanya kolaborasi, responsif terhadap adanya perubahan, serta lebih produktif.
Namun, tidak akan lengkap rasanya jika tidak membahas tentang kelebihan dan kekurangan dari metode agile ini.
Kelebihan metode agile:
Agile dirancang untuk dapat mengadopsi pendekatan iteratif. Artinya, fitur akan diperkenalkan secara satu-persatu sekaligus mengumpulkan data pelanggan. Dengan agile, tim akan merasa lebih mudah dalam membangun Minimum Viable Product (MVP) sebelum membuat produk secara ‘utuh’. Kemudian, saat sudah waktunya untuk mengerjakan fitur secara lengkap, tim juga dapat mengumpulkan tanggapan pengguna. Jadi, masukan dari pengguna dapat segera diaplikasikan ke proses pengembangan produk. Selanjutnya, alur kerja agile mengarah untuk memperoleh siklus respon yang lebih cepat ketika ada hal-hal yang perlu segera ditingkatkan, misalnya ketika memperbaiki bug atau memperkenalkan fitur baru. Kemudian, agile dinilai lebih fleksibel dan lebih cepat ketika akan merilis fitur baru. Sebab, pekerjaannya dilakukan lintas divisi dan kolaborasi secara terus-menerus antara tim pemasaran, penjualan, dan pengembangan.
Kekurangan metode agile:
Metode ini merupakan proses pengembangan yang cukup kompleks karena membutuhkan persetujuan dalam alur kerjanya. Untuk itu, akan ada peluang risiko yang ‘tidak mulus’ apabila prosesnya tidak diatur secara matang mulai dari tahap awal. Kemudian, adanya perubahan yang dinamis dalam struktur organisasi dengan pengenalan alur kerja baru, SOP baru, dan lain-lain dapat menjadi hal yang ‘rumit’ bagi para anggota tim untuk dapat beradaptasi. Agile juga cenderung ‘tidak pasti’ atau kurang dapat diprediksi, misalnya kapan kamu akan mengetahui hasilnya karena iterasinya dilakukan secara spontan. Proses iterasi ini dapat mengambil timeline secara beberapa putaran dan perubahannya berlangsung dengan cepat sehingga akan lebih sulit untuk dapat mengukur kinerja atau kemajuan.
Jadi, seperti apa praktik manajemen produk yang diadopsi menggunakan metode agile?
Yang pertama dan paling utama, adalah membangun strategi produk yang kuat. Ini dapat dimulai dengan membuat visi produk: seperti apa tujuan bisnis yang ingin diciptakan, bagaimana pengguna dapat menggunakan produk, serta dampak dan manfaat yang ingin dibuat dengan produk tersebut.
Selanjutnya, sebisa mungkin mengamati dan menganalisis pain points yang dialami oleh pelanggan. Jangan lupa untuk menelaah tentang ruang lingkup serta persaingan produk yang ada. Kamu dapat menggunakan survei serta membuat analisis pesaing untuk mendapatkan informasi lebih lengkapnya. Kemudian, setelah kamu melakukan riset pengguna dan riset pasar, kamu dapat membuat kondisi akhir yang ideal dari produkmu yang seharusnya lebih baik daripada produk pesaing. Dari situ, buatlah rencana untuk mencapainya dengan timeline yang disesuaikan serta realistis.
Gerakan Nasional 1000 Startup Digital adalah upaya bahu membahu penggerak ekosistem startup digital Indonesia untuk saling terkoneksi, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Diinisiasi sejak 2016, gerakan ini diharapkan mendorong terciptanya mencetak startup yang menjadi solusi atas masalah dengan memanfaatkan teknologi digital. #1000StartupDigital memberikan pembinaan bagi calon founder untuk membentuk tim, membuat MVP, hingga meluncurkan produknya ke pasar.
Karena Indonesia maju, #MulaiDariKamu!
Bagikan artikel ini