Kamu dulunya pernah menjadi karyawan dan saat ini memutuskan untuk menjadi pengusaha. Apa saja yang harus dipersiapkan?
Karena kondisinya berbeda, tentu saja kamu perlu menanamkan pola pikir yang berbeda antara karyawan
dan pengusaha. Sayangnya, tidak semua pengusaha atau founder startup memahami hal-hal apa saja yang berubah dan pergeseran pola pikir yang harus disiapkan ketika masa transisi dari karyawan menjadi pengusaha dimulai.
Untuk itulah, artikel ini disiapkan untukmu yang sudah mantap memutuskan memulai langkah baru menjadi pengusaha.
1. Semangat Memulai dari Nol
Saat kamu mulai berwirausaha, beranikan diri untuk membuat panduan sendiri. Jika dibandingkan dengan karyawan yang baru saja diterima bekerja, mungkin di hari pertama masuk, akan ada tim dari HRD yang memberi tahu aturan kerja, budaya, atau mengajakmu keliling kantor. Hal ini tidak berlaku saat kamu memutuskan untuk jadi pengusaha. Tidak akan ada orang yang menerangkan kepadamu aturan kerja yang berlaku, begitu pula dengan budaya kerja yang justru harus kamu bangun sendiri dari awal.
Sudah menjadi hal biasa bagi startup yang bootstrapping berada dalam kondisi yang kekurangan sumber daya, seperti memiliki anggaran yang kecil atau waktu yang terbatas. Usahakan setiap pengusaha hidup dan membiasakan untuk memiliki pola pikir bertumbuh (growth mindset). Maka, sesulit apa pun keadaannya, kamu bisa mengubah hal yang sulit menjadi peluang dengan kreativitas. Kemudian, penting juga untuk menjaga semangat tetap konsisten.
Realitanya, orang yang baru memulai startup, akan sangat menggebu di awal sehingga justru kehabisan energi saat fase berikutnya. Akan lebih baik jika kamu bisa mengelola energi sedari awal sehingga semangat bisa tetap dijaga.
2. Berada di Lingkungan yang Suportif
Menjadi pengusaha perlu membuka pemikiran seluas mungkin, bergaul dengan banyak orang, dan menempa diri dengan berbagai pengalaman. Mungkin bagi sebagian orang, pengusaha identik dengan kesepian dan kesendirian, meski mungkin ada benarnya juga. Namun, tidak lantas harus berada dalam situasi seperti itu.
Kamu bisa memilih untuk terus bergaul dan melibatkan diri di lingkungan pertemanan yang bisa mengajarimu banyak hal. Ambil dan seraplah banyak ilmu dari orang-orang yang membangun startup. Kamu bisa mulai membangun koneksi karena sebagian besar dari mereka suka berbagi pengetahuan dan pengalamannya.
Jika perlu, carilah mentor dan penasihat yang sekiranya dapat membantumu berbagi pengetahuan dan pengalaman, atau menjadi tempatmu mencurahkan hati ketika ada kesulitan. Jangan pernah ragu meminta bantuan atau nasihat.
3. Berani Mengambil Risiko
Bersiaplah untuk menjalani kehidupan menantang layaknya kamu naik roller coaster. Akan selalu ada naik turunnya. Berbeda halnya saat masih menjadi karyawan, mungkin yang ada di pikiran setiap hari adalah bagaimana bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai target dengan hasil yang memuaskan. Namun, menjadi pengusaha tentu saja berbeda.
Pola pikir secara menyeluruh harus mulai dibiasakan saat kamu menjadi founder. Kamu harus bisa memikirkan tentang membangun MVP, mencari kandidat untuk wawancara riset pengguna, menemukan partner kerja yang tepat, sampai mengurus tagihan internet sendiri.
Pola pikir fleksibel dan menjadi agile sangat dibutuhkan seorang founder untuk bisa terus mengembangkan startupnya. Seorang founder juga harus melatih dirinya agar selalu siap menghadapi keadaan yang tiba- tiba berubah dengan cepat. Ambil contoh yang saat ini sedang terjadi, perubahan yang mendadak dan mengharuskan pengusaha untuk mengubah strategi adalah adanya pandemi COVID-19 yang memberikan efek luar biasa bagi semua sektor, terutama sektor teknologi dan startup.
4. Susun Visi Jangka Pendek dan Jangka Panjang Sekaligus
Membuat dan memproyeksikan rencana jangka panjang dan jangka pendek sangat penting untuk dilakukan. Founder juga harus bisa menilai, keadaan mana yang sekiranya bisa menimbulkan kesulitan atau jebakan, dan mana kondisi yang punya kesempatan besar untuk bisa dimanfaatkan.
Ketidakpastian akan selalu ada, akan tetapi kamu bisa terus mengasah ketajaman berpikir dan strategi ke depan karena hal ini akan berdampak pada startupmu beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun selanjutnya.
5. Kamu adalah Pengambil Keputusan
Bertanggung jawab atas semua keputusan yang terjadi di startup adalah salah satu bentuk kewajibanmu selama menjadi founder. Entah itu keputusan buruk atau baik, semuanya tentu punya pertimbangan dan juga dampak yang sudah dipikirkan terlebih dahulu. Jadi, usahakan untuk melihat dari sudut pandang yang luas, dengan berbagai alternatif pertimbangan, dan analisis risiko sebelum kamu mengambil keputusan.
Itu tadi 5 pola pikir yang sebaiknya mulai diresapi dan dipahami dari sekarang. Karena sejatinya, menjadi founder adalah sebuah keputusan yang tepat dan harus terus diupayakan. Semangat berjuang para founder!
. . .
Artikel ini telah terbit pada Buku Saku RINTISAN Edisi 11: Pendidikan. Silakan klik link ini
untuk membaca artikel eksklusif lainnya di RINTISAN.
Bagikan artikel ini