Suksesnya sebuah user interview ditentukan oleh banyak hal, seperti seleksi narasumber, situasi wawancara, atau banyak hal teknis lainnya. Namun, satu hal yang paling mendasar dari kualitas user interview adalah daftar pertanyaan yang disusun oleh pewawancara. Daftar pertanyaan ini menjadi kunci, mengapa kamu sebagai pewawancara, sebaiknya punya skill membuat pertanyaan seperti ini:
- Bertanya Satu per Satu
Agar menghasilkan jawaban yang valid, teknik user interview yang tepat adalah dengan bertanya satu per satu. Alih-alih mencecar narasumber dengan segudang pertanyaan, lebih baik fokus di satu poin di tiap pertanyaannya. Contohnya kayak gini, nih:
Pewawancara: Seberapa banyak kapasitas produksi yang bisa Bapak hasilkan setiap harinya?
Narasumber: (Memberi jawaban)
Pewawancara: Apakah dengan jumlah tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan pasar?
Narasumber: (Memberi jawaban)
Pewawancara: Kemudian, bagaimana dengan target market dan cara mengukurnya?
Narasumber: (Memberi jawaban)
Jangan sampai kamu menanyakan banyak hal dalam satu kali proses bertanya. Contoh yang nggak boleh ditiru:
Pewawancara: Seberapa banyak kapasitas produksi yang bisa Bapak hasilkan setiap harinya? Apakah dengan jumlah tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan pasar? Kemudian, bagaimana dengan target market dan cara mengukurnya?
Narasumber: (Garuk-garuk kepala, bingung mau jawab pertanyaan yang mana dulu)
2. Kombinasikan Teknik Bertanya
Tujuan awal user interview adalah menggali informasi berharga dari narasumber. Ibarat ada di tambang emas, tanah dan batuan harus digali dulu sampai dalam. Jika sudah dalam, baru nanti bisa kita dapatkan emasnya. Seperti itu juga saat melakukan user interview, pewawancara harus bisa bertanya dengan teknik pertanyaan terbuka agar narasumber bisa memberikan informasi yang diinginkan si pewawancara. Kamu bisa menggunakan teknik ini bila tujuan interviewnya untuk menggali informasi sebanyak mungkin. Contohnya:
Pewawancara: Bagaimana deskripsi tentang design sprint?
Sedangkan pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang jawabannya singkat dan tidak menggambarkan informasi secara jelas.
Contoh pertanyaan tertutup:
Pewawancara: Apakah proses design sprint memakan waktu yang lama?
Alih-alih bertanya seperti itu, kamu dapat mengubah pertanyaannya menjadi:
Pewawancara: Seberapa lama proses design sprint dapat dilakukan?
Lalu, apakah pertanyaan tertutup masih bisa diberikan saat user interview?
Jawabannya, bisa banget. Kamu boleh memakai teknik pertanyaan tertutup apabila bertujuan untuk memastikan lagi jawaban dari narasumber, apakah jawabannya sudah sama dan relevan dengan pertanyaan sebelumnya.
Kamu juga bisa menggunakan jurus pertanyaan tertutup ini kalau narasumber mulai melenceng dari fokus pertanyaan wawancara, lho. Jadi, kamu harus tahu kapan saat yang tepat untuk menggunakan teknik pertanyaan terbuka dan tertutup, ya!
3. Memancing Data
Layaknya memancing ikan, memancing jawaban saat user interview juga butuh ‘umpan’ yang ciamik. Misalnya saja saat harus bertanya tentang data, terkadang narasumber menjawabnya dengan eksplisit.
“User kita udah banyak banget kok”
“Semua fitur sudah oke dan siap untuk digunakan”
“Kami sering melakukan pengecekan berkala”
Kata-kata “banyak banget”, “semua”, “sering”, dan kata generalisasi lainnya bisa menimbulkan bias. Meskipun adakalanya narasumber memang tidak akan membeberkan angka persis karena bersifat confidential. Namun, sebagai pewawancara, kamu wajib memiliki pandangan yang sama seperti narasumber. Ibarat, bagi narasumber, 100.000 user itu jumlah yang sedikit. Tapi angka tersebut bisa berarti banyak bagi si pewawancara.
Contoh lainnya:
Narasumber: “Kami sering melakukan pengecekan berkala”
Pewawancara: “Seberapa sering?” (kamu dapat memastikan lagi untuk menggali info lebih banyak)
Narasumber: “Ya sepertinya minimal seminggu sekali”
Dengan begini, kamu sudah tahu estimasi tentang informasi dengan lebih jelas.
4. WH Questions
Masih ingatkah kamu pelajaran saat di sekolah tentang 5W + 1H (What, Who, Why, Where, When, How)? Nah, teknik ini sangat berguna saat user interview. Kamu dapat menggunakan Apa, Siapa, Mengapa, Dimana, Kapan, dan Bagaimana untuk mengawali kalimat tanya. Terutama untuk kata Mengapa dan Bagaimana, yang nanti bisa menjabarkan jawaban lebih detail.
Agar tidak bosan terlalu banyak disodori pertanyaan dengan awalan Mengapa dan Bagaimana, kamu dapat mengubah sedikit kalimatnya, lho.
Contohnya:
“Mengapa Bapak memutuskan untuk menambah kategori produk baru?”
Bisa diubah menjadi:
“Bisakah Bapak jelaskan tentang ide penambahan kategori baru?”
5. Tanyakan Contoh
Menanyakan contoh kepada narasumber adalah salah satu metode efektif untuk mendapatkan tambahan informasi. Terutama jika narasumber kurang detail dalam menjelaskan sesuatu. Trik menanyakan contoh juga bisa jadi solusi untuk jawaban yang terlalu teoritis. Kadang narasumber juga bisa menampilkan jawaban yang dinilai subjektif atau terlalu melebih-lebihkan. Supaya informasi yang didapat tetap berisi, menanyakan contoh adalah solusi yang tepat.
Nah, sebagai penutup, ada satu hal yang harus kamu tahu. Dalam membuat daftar pertanyaan yang baik itu nggak bisa sempurna dalam sekali coba. Selain itu, nggak semua orang bisa langsung disamaratakan untuk diberikan pertanyaan yang sama. Bisa jadi berbeda-beda tingkat pemahamannya, sehingga kamu mungkin harus putar otak dalam menemukan jawaban dengan mengemas pertanyaan dalam kalimat-kalimat yang berbeda. Satu yang pasti, kuncinya adalah dengan latihan, latihan, dan latihan!
. . .
Ingin ilmu dan best practice yang lebih jitu? Yuk, ikuti #1000StartupDigital.
Lewat #1000StartupDigital, kamu akan mendapatkan materi startup mulai dari ide, bagaimana riset ke user dan melakukan interview, hingga launching. Semuanya bisa kamu dapatkan dengan lengkap.
Kunjungi: 1000startupdigital.id
. . .
Tulisan in dibuat oleh Sofy Nito.
Bagikan artikel ini