Hiring atau rekrutmen anggota tim baru adalah salah satu aktivitas terpenting startup kita. Dalam bukunya, Scaling Up, Verne Harnish mengatakan bahwa konsekuensi kerugian atas rekrutmen yang buruk mencapai 15 kali dari gaji tahunan orang tersebut. Biaya langsung, seperti tidak optimalnya capaian individu/tim, hingga biaya tidak langsung seperti tidak kondusifnya lapangan kerja dan beratnya keputusan memberhentikan karyawan, adalah beberapa diantara biaya yang harus ditanggung oleh rekrutmen yang tidak tepat.
Saking pentingnya aktivitas rekrutmen ini, tanggung jawab hiring ini terkadang menjadi salah satu tanggung jawab dari CEO sebuah startup, selain memastikan tersedianya nafas yang cukup bagi perusahaannya. Beberapa hal yang bisa menjadi pedoman kita dalam melakukan proses rekrutmen antara lain:
Hiring Slowly
Hal pertama yang perlu kita ingat dalam melakukan rekrutmen adalah berhati-hati sebelum kita memutuskan untuk merekrut karyawan baru. Pikirkanlah baik-baik apakah keputusan menambah SDM merupakan faktor kebutuhan perusahaan atau ego belaka. Penambahan tim bukan sekedar menambah tenaga, tapi juga menambah kompleksitas, potensi masalah, dan juga menambah massa organisasi yang memungkinkan memperlambat gerak dan menyulitkan perubahan/adaptabilitas perusahaan.
Perusahaan yang sudah terlanjur punya banyak karyawan lebih sulit untuk melakukan perubahan besar dalam organisasi dan bisnisnya dibandingkan ketika mereka masih kecil. Besarnya massa/berat perusahaan membuat gerak menjadi lebih lambat karena banyaknya orang yang dibawa dalam kendaraan kita.
Kita banyak terjerumus oleh pandangan parameter perusahaan sukses dan besar tergambarkan dari besarnya anggota tim yang dimiliki perusahaan tersebut. Ketika kita bertanya kepada seorang entrepreneur, “Berapa jumlah anggota tim Anda?” kita akan cenderung takjub ketika muncul angka yang besar. Padahal besarnya organisasi perusahaan tidak melulu berkorelasi dengan baiknya performa bisnis mereka, namun itu jelas berkorelasi dengan besarnya gaji, tunjangan, kompleksitas, sistem organisasi, alur komunikasi, meeting, lisensi software, hardware, dan sebagainya.
Peningkatan jumlah karyawan pada saat yang belum tepat bisa menjadi langkah berbahaya. Peningkatan biaya operasional perusahaan harus jadi konsekuensi komitmen ke depan yang sulit ditarik lagi. Sementara di sisi lain, startup kita masih dalam fase validasi produk market fit dan bisnis model.
Jangan jadikan besarnya jumlah tim kita sebagai parameter utama untuk mengukur performa bisnis sebuah perusahaan. Performa bisnis tergambarkan dari apakah produk kita diterima, disukai, memenuhi kebutuhan target market kita, yang kemudian konsumsi produk tersebut menimbulkan income yang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya menghasilkan produk tersebut. Selebihnya adalah sarana pendukung untuk mencapai kondisi tersebut, jangan dibalik.
Salah satu langkah untuk berhati-hati dalam melakukan rekrutmen adalah dengan merekrut tambahan anggota ketika sebuah pekerjaan tidak dapat lagi dikerjakan oleh satu orang. Selama masih bisa ditangani oleh satu orang, kenapa harus menambah orang untuk mengerjakan hal yang sama. Jangan sampai kita jatuh pada kondisi merekrut banyak orang, tapi tidak banyak pekerjaan yang bisa dikerjakan, sehingga kita akan mengada-adakan pekerjaan untuk memastikan tim kita tetap sibuk.
Hal yang sangat membuat stress bagi seorang anggota berkualitas ketika mereka harus mengerjakan sebuah pekerjaan yang tidak berdampak signifikan pada perusahaannya. Hal itu akan memicu masalah lanjutan: tidak terberdayakannya ia, tidak optimalnya perkembangan dirinya, dan tidak besar juga tantangan untuk membuatnya bertumbuh. Ujungnya, bisa saja orang berkualitas tersebut memilih hengkang hanya karena perencanaan dan pengelolaan organisasi kita yang tidak baik.
Hiring Only the “A Player”
Tidak ada yang lebih baik dibandingkan mendapatkan talenta terbaik dalam perusahaan kita. Jika merekrut orang yang salah menimbulkan biaya yang tidak sedikit, merekrut orang yang berkualitas juga sebaliknya, dapat membawa hasil yang signifikan. Seorang dengan kualitas terbaik, setara dengan performa 3 orang dengan kualitas biasa-biasa saja.
Alan Eustace, mantan Senior VP Knowledge di Google bahkan mengatakan, “top engineer nilainya sebanding dengan 300 kali bahkan lebih dari average engineer”. Terlebih jika mereka punya karakteristik seperti seorang founder di perusahaan kita, mereka yang akan menjadi motor penggerak penuh inisiatif untuk perbaikan perusahaan.
Biasanya untuk mendapatkan probabilitas seorang A player yang besar kita membutuhkan minimal 20 orang kandidat. Belum lagi mendetaksi mereka dalam proses seleksi kita adalah tantangan tersendiri. Itulah mengapa penting sekali berhati-hari saat melakukan rekrutmen untuk mendapatkan hasil terbaik.
Banyak cara yang digunakan oleh beragam perusahaan untuk memastikan mereka merekrut calon karyawan terbaik. Google misalnya, dalam proses seleksi karyawannya, mereka melakukan 15 hingga 25 kali proses interview. Setiap interview dilakukan oleh para Googlers dan mereka bisa menghabiskan 10 jam waktu kerja mereka untuk sesi interview hingga menulis feedback dan laporan tertulis untuk sesi interview selanjutnya.
Keputusan melakukan rekrutmennya pun tidak pernah dilakukan oleh seorang individu, tapi selalu dengan sebuah tim komite, terdiri dari beberapa divisi untuk mencegah bias dan subjektivitas. Dengan proses yang panjang dan melelahkan itu, Google tetap menjadi salah satu perusahaan paling kompetitif dalam merekrut pegawai sedunia. Dari 3 juta orang pelamar, Google hanya menerima 7 ribu orang, berarti acceptance rate mereka sekitar 0.25%, jauh lebih kecil dari acceptance rate Stanford, Harvard, atau universitas Ivy League lainnya.
Langkah lainnya, pastikan kandidat yang mengikuti proses seleksi adalah orang yang berkualitas. Menggunakan referral dari orang yang berkualitas di tim kita bisa menjadi cara efektif, terutama di fase awal perusahaan. Seorang A player tahu dan berteman dengan A player lainnya.
Google menggunakan teknik referral ini dengan sangat optimal. Sejak hari-hari pertama seorang karyawan baru, bagian People Operations Google akan langsung bertanya siapa jejaring mereka yang merupakan orang terbaik di bidangnya. Lalu Google bisa melakukan pendekatan aktif kepada orang tersebut.
Biasanya orang-orang dengan kualitas tinggi, jarang berburu pekerjaan lewat satu lowongan ke lowongan yang lainnya. Seorang A player dengan cepat diburu oleh banyak perusahaan, kalau tidak mereka sudah betah di perusahaannya karena mendapat perlakukan sepadan dengan kualitas mereka. Oleh karena itu mereka harus dideteksi, didatangi, ditawarkan, dan diajak untuk bergabung.
Not Just Unstructured Interview
Transparansi dalam bursa tenaga kerja tidak se-transparan bursa pemain sepak bola. Kita bisa mengetahui jelas performa seorang pemain dari rekaman permainan di klubnya saat ini, kita bisa melihatnya secara langsung, namun tidak untuk tenaga kerja. Kita hanya dapat informasi dari resume/riwayat hidup mereka.
Cara untuk menggali lebih dalam kualitas seseorang tidak lain saat sesi interview berlangsung. Nah sayangnya, kebanyakan sesi interview justru berisi pertanyaan yang tidak substansial tuk menggali hal tersebut.
Pertanyaan seperti, “beritahu aku tentang dirimu?”, “apa saja kelemahan terbesarmu?”, “apa saja kelebihan terbaikmu?” tidak bernar-benar mampu menjawab kebutuhan kita. Pertanyaan itu lebih bertujuan mengkonfirmasi impresi yang kita pikirkan saat pertama kali bertemu dengan sang kandidat, belum cukup tuk menggali bagaimana kualitas dirinya.
Pertanyaan yang menguji kecerdasan dan analisis seseorang biasanya populer digunakan, seperti “berapa banyak bola golf yang bisa masuk dalam 1 bus?”, “perkirakan jumlah pom bensin di jakarta?”. Tapi model pertanyaan itu sudah mulai ditinggalkan. Martin Gonzales, salah satu people operations staff Google mengatakan, pertanyaan seperti itu menimbulkan bias, tidak benar-benar merepresentasikan kualitas orang tersebut ketika bekerja. Google dulu pernah menggunakan pertanyaan model seperti itu, tapi sekarang sudah ditinggalkan.
Google punya repositori database kumpulan pertanyaan yang dapat digunakan oleh para recruiters mereka. Database itu tersimpan di internal tools mereka bernama qDroid. Para interviewer bisa melihat contoh pertanyaan dan jenis atribut yang bisa diuji melalui pertanyaan tersebut.
Buat kita yang belum punya banyak database pertanyaan interview, ada ratusan contoh pertanyaan interview yang bisa jadi benchmark di www.va.gov/pbi/questions.asp
Cara kita melakukan interview juga sangat berpengaruh, dan salah satu cara yang paling baik untuk mengetahui performance sang kandidat menurut penelitian adalah dengan melihat cara mereka bekerja secara langsung.
Untuk posisi engineer misalnya, minta mereka saat sesi interview untuk mengerjakan beberapa contoh kasus. Bukan dengan bertanya “ceritakan pada saya bagaimana kamu menyelesaikan masalah ini”, tapi dengan meminta “tolong tuliskan algoritma untuk menyelesaikan masalah ini”.
Saya dan tim juga masih belajar bagaimana menjalankan proses rekrutmen yang optimal, semoga beberapa hal di atas bisa berguna untuk kita semua.
Pada akhirnya proses rekrutmen anggota tim kita memang bukan hal yang sederhana, baik bagi sang kandidat maupun perusahaan kita. Menjalani proses bergabung ke sebuah perusahaan adalah keputusan besar bagi sang kandidat, jadi hargailah itu. Buatlah sesi interaksi dan interview kita bersamanya menjadi menyenangkan dan sangat nyaman.
Salah satu parameter apakah kita melakukannya dengan benar bisa dengan menanyakan pertanyaan “apakah mereka akan merekomendasikan teman mereka untuk melamar di perusahaan ini”. Ketika mereka mendapat penolakan atau belum cocok bergabung di perusahaan kita tapi mereka menjawab Ya untuk pertanyaan tersebut, maka itu salah satu tanda kita memperlakukan mereka dengan baik.
Tulisan ini telah dimuat dalam blog pribadi Andreas Senjaya pada 22 Februari 2017, dan juga dipublikasikan pada Buku Saku RINTISAN Volume 7.
Sumber: http://senjaya.net/hiring-like-pro/
Gerakan Nasional 1000 Startup Digital adalah sebuah gerakan untuk mewujudkan potensi Indonesia menjadi The Digital Energy of Asia dengan mencetak startup yang menjadi solusi atas masalah dengan memanfaatkan teknologi digital.
Diinisiasi sejak 2016, #1000StartupDigital berfokus mendorong early-stage startup pada sektor agrikultur, kesehatan, pendidikan, pariwisata, logistik, dan maritim.
Karena Indonesia maju, #MulaiDariKamu!
. . .
— Tulisan dibuat oleh Aulia Mahiranissa.
Bagikan artikel ini