Bayangkan kamu adalah founder startup yang sedang mengembangkan ide besar. Di depanmu ada konsep produk yang bisa membawa perubahan. Kamu baru saja menemukan solusi yang belum pernah ada sebelumnya. Kira-kira bagaimana rasanya? Pasti senang dan bangga luar biasa! Tapi kemudian kamu mulai berpikir, bagaimana caranya mewujudkan ide ini jadi produk yang bisa dijual? Bagaimana caranya membuat visi kamu jadi sesuatu yang benar-benar bisa digunakan dan bermanfaat bagi banyak orang?
Inilah dunia deep tech. Dunia di mana teknologi-teknologi hebat seperti roket SpaceX dan vaksin mRNA lahir, tapi juga dunia yang penuh dengan tantangan: ketidakpastian, biaya tinggi, dan waktu pengembangan yang panjang. Jadi, apakah metode yang sering dipakai oleh startup biasa, seperti metode lean startup, bisa diterapkan di sini? Apakah pendekatan yang menekankan prototipe cepat dan iterasi pasar cocok untuk teknologi yang bahkan belum ada?
Mengapa Deep Tech Berbeda?
Inovasi deep tech fokus pada penciptaan teknologi baru, biasanya berdasarkan penemuan ilmiah yang belum pernah ada. Misalnya, teknologi deep tech bisa membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dikembangkan dan diuji. Sebaliknya, startup teknologi biasa, seperti aplikasi atau e-commerce, sering kali menggunakan teknologi yang sudah ada untuk menciptakan solusi baru. Mereka bisa dengan cepat membuat prototipe, mencobanya di pasar, dan menyesuaikannya berdasarkan feedback pelanggan.
Tapi di dunia deep tech, produk yang sedang dikembangkan biasanya benar-benar baru. Seperti saat tim di MIT menemukan antibiotik baru bernama “halicin,” mereka menghadapi tantangan besar: bagaimana caranya menguji sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya? Bagaimana caranya membuktikan bahwa penemuan ini bisa jadi solusi global untuk masalah resistensi antibiotik? Proses ini tidak bisa diselesaikan dengan iterasi cepat seperti yang sering dilakukan oleh startup teknologi biasa.
Contoh kegagalan paling terkenal dalam deep tech mungkin adalah Theranos. Elizabeth Holmes mencoba membangun alat revolusioner untuk tes darah cepat. Strateginya menggunakan metode lean startup, dengan fokus pada pembuatan prototipe cepat dan segera masuk ke pasar. Tapi ada masalah besar: teknologinya tidak ada. Akhirnya, Theranos runtuh dan Holmes dijatuhi hukuman penjara.
Jadi, apakah kegagalan Theranos menunjukkan bahwa semua startup deep tech akan gagal jika menggunakan metode lean startup? Tidak selalu. Ada pelajaran penting yang bisa diambil, yaitu lean startup mungkin tidak cocok sepenuhnya untuk deep tech, tapi ada bagian-bagian yang bisa diadaptasi.
Bagaimana Menerapkan Metode Lean di Dunia Deep Tech
Jadi, bagaimana caranya para founder startup deep tech berpikir? Mari kita lihat beberapa prinsip dari lean startup yang bisa disesuaikan dengan deep tech yang lebih kompleks.
1. Buktikan Dulu, Jual Nanti
Salah satu prinsip utama lean startup adalah membuat produk minimum yang layak atau minimum viable product (MVP). Tapi di deep tech, MVP sering kali memerlukan bukti ilmiah bahwa teknologi tersebut benar-benar berfungsi. Misalnya, Modern Meadow, perusahaan yang membuat kulit biofabricated, tidak langsung memproduksi dalam skala besar. Mereka membuat prototipe kecil yang membuktikan bahwa teknologi itu bekerja dan membangun kepercayaan dari para investor.
Pelajaran pentingnya adalah dalam deep tech, fokuslah pada pembuktian konsep teknologi sebelum buru-buru menjualnya ke pasar.
2. Tentukan Tonggak Pencapaian, Bukan Pendapatan
Kalau kamu punya startup e-commerce, mungkin kamu melihat pendapatan awal sebagai indikator keberhasilan. Tapi di deep tech, hal ini tidak berlaku. Startup deep tech cenderung lebih sering berhasil dengan membagi proses pengembangan menjadi pencapaian yang spesifik. Setiap pencapaian, seperti uji klinis yang berhasil atau teknologi yang mendapat pengakuan dari regulator, bisa digunakan untuk mendapatkan pendanaan lebih lanjut.
3. Belajar dengan Berpikir, Bukan Selalu dengan Melakukan
Lean startup mengajarkan untuk “belajar dengan melakukan.” Coba cepat, gagal cepat, lalu ulangi. Tapi di deep tech, eksperimen sering kali mahal dan rumit. Misalnya, startup seperti TerraPower yang mengembangkan reaktor nuklir harus melakukan simulasi komputer besar-besaran untuk menguji apakah teknologi mereka layak, sebelum mereka memulai eksperimen fisik yang sangat mahal.
Dalam deep tech, kadang lebih bijaksana untuk “belajar dengan berpikir.” Gunakan teori ilmiah, penelitian sebelumnya, dan simulasi digital untuk mengurangi jumlah eksperimen fisik yang harus dilakukan.
4. Bangun Kemitraan yang Strategis
Kamu tidak bisa berjalan sendirian di dunia deep tech. Kemitraan dengan universitas, laboratorium penelitian, atau bahkan pemerintah sangat penting, seperti yang dilakukan oleh SpaceX yang bermitra dengan NASA untuk mempercepat pengembangan roket mereka. Kemitraan ini bukan cuma soal sumber daya, tapi juga soal validasi teknologi.
5. Jangan Takut Jujur
Di dunia startup biasa, ada istilah “fake it until you make it.” Tapi di deep tech, pendekatan ini sangat berbahaya. Mengingat betapa rumitnya teknologi yang dikembangkan, transparansi adalah kunci. Setiap anggota tim harus merasa bebas untuk berbicara tentang kekurangan teknologi, keraguan, atau potensi kegagalan. Budaya ini memastikan masalah bisa diidentifikasi dan diatasi sejak awal. Contohnya, OpenAI secara terbuka menerbitkan tantangan dan kegagalan mereka karena di dunia sains, kejujuran adalah segalanya.
Akhirnya, Semua Bermuara pada Inovasi
Inovasi di deep tech memang bukan jalan yang mudah. Tantangannya besar, tapi begitu juga potensinya. Dengan memahami batasan metode lean startup dan menyesuaikan pendekatan yang tepat, para inovator deep tech bisa mengurangi ketidakpastian teknologi dan mempersiapkan diri untuk membawa perubahan besar bagi dunia.
Kalau kamu sedang mengerjakan proyek deep tech, ingatlah satu hal: inovasi terbesar di dunia tidak datang dari prototipe yang cepat, tapi dari keberanian untuk bermimpi, dedikasi untuk membuktikan, dan kerendahan hati untuk terus belajar.
. . .
Gerakan Nasional 1000 Startup Digital adalah upaya bahu membahu penggerak ekosistem startup digital Indonesia untuk saling terkoneksi, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Diinisiasi sejak 2016, gerakan ini diharapkan mendorong terciptanya mencetak startup yang menjadi solusi atas masalah dengan memanfaatkan teknologi digital. #1000StartupDigital memberikan pembinaan bagi calon founder untuk membentuk tim, membuat MVP, hingga meluncurkan produknya ke pasar.
Karena Indonesia maju, #MulaiDariKamu!
Bagikan artikel ini